Kamis, 07 Maret 2013

pendidikan islam di zaman Belanda

I. Pengertian Pendidikan Islam Pengertian pendidikan dalam arti sempit ialah bimbingan yang diberikan kepada anak-anak sampai ia dewasa. Sedangkan pendidikan dalam arti luas adalah segala sesuatu yang menyangkut proses perkembangan dan pengembangan manusia, yaitu upaya menanamkan dan mengembangkan nilai-nilai bagi anak didik. Sehingga nilai-nilai yang terkandung dalam pendidikan itu menjadi bagian dari keperibadian anak yang pada gilirannya ia menjadi orang pandai, baik, mampu hidup dan berguna bagi masyarakat. Ki Hajar Dewantara, sebagaimana dikutip oleh Prof. Dr. Abuddin Nata, MA, menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha yang dilakukan dengan penuh keinsyafan yang ditunjukan untuk keselamatan dan kebahagian manusia. Tokoh pendidikan lain yang menyoroti pendidikan adalah Soegarda Purbakawaca. Menurutnya dalam arti umum, pendidikan mencakup segala usaha dan perbuatan dari generasi tua untuk mengalihkan pengalamannya, pengetahuannya, kecakapannya serta keterampilannya kepada generasi muda untuk melakukan fungsi hidupnya dalam pergaulan bersama sebaik-baiknya. Dalam seminar pendidikan Islam se-Indonesia di Cipayung Bogor tanggal 7-11 Mei 1960 menyatakan bahwa pengertian pendidikan Islam adalah: “Sebagai bimbingan terhadap pertumbuhan rohani dan jasmani menurut ajaran Islam dengan hikmah mengarahkan, mengajarkan, melatih, mengasuh, dan mengawasi berlakunya ajaran semua ajaran Islam”. Istilah membimbing, mengarahkan dan mengasuh serta mengajarkan dan melatih, mengandung pengertian usaha mempengaruhi jiwa anak didik melalui proses setingkat demi setingkat menuju tujuan yang ditetapkan, yaitu menanamkan takwa dan akhlak serta menegakkan kebenaran, sehingga terbentuklah manusia yang berpribadi dan berbudi luhur sesuai ajaran Islam. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pendidikan Islam di Indonesia pada zaman Belanda, adalah bimbingan dan pembinaan yang dilakukan oleh para ulama dan kyai ataupun ustazd kepada masyarakat, baik secara individu maupun kelompok di rumah-rumah, mushalla, masjid maupun pesantren. Tujuannya adalah terwujudnya manusia yang beriman dan bertakwa, mampu mengamalkan ajarannya dan berakhlak mulia serta memiliki ghirah keislaman yang tinggi. II. Sikap dan politik penjajahan belanda terhadap perkembangan pendidikan islam Pada zaman kolonial Belanda, pendidikan Islam sangat dipengaruhi oleh faktor politik yang ditentukan oleh kebijakan penguasa, yaitu Belanda baik sesama VOC maupun pemerintah Hindia Belanda. Dengan demikian, politik pendidikan bukan hanya bagian dari politik kolonial, akan tetapi merupakan inti politik kolonial. Jenis pendidikan yang disediakan oleh pemerintah Belanda bagi anak-anak Indonesia banyak ditentukan oleh tujuan-tujuan politik Belanda terutama dipengaruhi oleh pertimbangan-pertimbangan ekonomi. Sebuah contoh yang tampak pada zaman pemerintahan Deandels, pihak penjajah beranggapan bahwa hanya sekolah-sekolah pemerintah atau staats onderways saja yang mendatangkan hasil bagi kepentingan penjajah. Perbaikan Mohammedaans gods dienst onderways, yaitu pondok pesantren, langgar, surau dan rangkang tidak perlu. Alasannya, sekolah-sekolah itu hanya merupakan alat meninggikan akhlak rakyat saja dan dianggap sumber semangat perjuangan rakyat. Oleh karena itu, diadakan peraturan umum tentang persekolahan (Stbl 1818 N0.4), yaitu mengatur tentang ketentuan-ketentuan pengawasan penyelenggaraan pendidikan. Menurut Harun Nasution, ciri politik dan praktik pendidikan kaum kolonialis, khususnya belanda adalah sebagai berikut: a. Gradualisme yang luar biasa dalam penyediaan pendidikan bagi anak-anak Indonesia. b. Dualisme dalam pendidikan dengan menekankan perbedaan yang tajam antara pendidikan Belanda dan pendidikan pribumi. c. Konrol sentral yang kuat. d. Keterbatasan tujuan sekolah pribumi dan peranan sekolah untuk menghasilkan pegawai sebagai faktor penting dalam perkembangan pendidikan. e. Prinsip konkordansi yang menyebabkan sekolah di Indonesia sama dengan di Negeri Belanda. f. Tidak adanya perencanaan pendidikan yang sistematis untuk pendidikan anak peribumi. Gradualisme yang diterapkan Belanda untuk masyarakat pribumi memang dengan ekstrim. Yaitu dengan mengusahakan pendidikan rendah yang sederhana mungkin bagi anak Indonesia dan memperlambat lahirnya sekolah yang setaraf dengan ELS. Padahal penjajah lain seperti di Spanyol telah mendirikan universitas di Filipina pada permulaan abad ke-16 untuk masyarakat pribumi, Inggris membuka universitas di India pada abad ke-17, sedangkan pemerintah Belanda baru mendirikan sekolah tinggi pada dekade ke-2 abad ke-20. Inipun terjadi atas tekanan keadaan darurat yang disebabkan oleh perang dunia I. Pemerintah Belanda juga menanamkan dualisme dalam pendidikan. Dengan membedakan sekolah untuk anak Belanda dan untuk anak pribumi. Selain itu, ada perbedaan sekolah untuk orang berada dan yang tak berada, sekolah yang memberi kesempatan untuk melanjutkan pelajaran dan yang tidak memberi kesempatan. Pendeknya pendidikan hanya dijadikan alat untuk mempertahankan perbedaan sosial, bukan untuk mobilitas sosial. Belanda juga menerapkan pengawasan dan kontrol yang sangat ketat dak kaku. Control yang sangat ketat ini dijadikan alat politik untuk menghambat dan bahkan menghalang-halangi pelaksanaan pendidikan Islam. Pemerintah Belanda juga menerapkan prinsip konkordansi, yakni suatu prinsip yang memaksa sekolah berorentasi Barat dan menghalangi dalam penyesuaian pendidikan dengan konsdisi di Indonesia. Dengan demikian setiap sekolah dipaksa menjadi agen kebudayaan Barat dan didijadikan sebagai alat untuk misionaris Kristen. Yang tak kalah memperihatinkan juga, mereka dijadikan pegawai rendahan atau pegawai kasar sebagai tujuan utama pendidikan bagi pribumi. Prinsip dan pola ini mereka tempuh karena mereka tidak ingin masyarakat pribumi menjadi pintar dan tidak ingin Islam menjadi maju. Karena jika masyarakatnya pintar dan Islam maju, terancamlah kekuasaan mereka, terancamlah keuntungan yang berlimpah dalam bidang perdagangan mereka dan terancam pula misi mereka untuk menyebarkan bahkan mengkristenkan seluruh Indonesia. Karena itu Belanda tidak ingin Islam berkembang karena dikhawatirkan akan mengancam kelangsungan kekuasaannya. III. Keadaan Pendidikan Islam Dimasa Penjajahan Belanda Sebelum kedatangan bangsa Eropa, termasuk Belanda, pendidikan Islam sudah ada dan mulai berkembang ke seluruh pelosok tanah air. Walaupun pelaksanaannya masih sangat sederhana (tradisional) jika dibandingkan dengan perkembangan setelah kedatangan bangsa Belanda. Pendidikan Islam berjalan dan berkembang seiring dengan dakwah dan penyebaran Islam itu sendiri, baik di kalangan masyarakat maupun istana raja-raja. Pendidikan Islam pada saat itu mengambil bentuk halaqah, dan tatap muka perorangan di mushalla, masjid, maupun pesantren. Ketika Belanda datang, pendidikan Islam mulai mengalami hambatan. Rintangan dan tantangan untuk berkembang lebih maju seiring dengan perkembangan dan kemajuan zaman itu terjadi terutama ketika dihadapkan dengan persaingan melawan Kristenisasi yang justru dilakukan oleh kaum penjajah mulai dari bangsa Portugis hingga Belanda. Belanda membuat berbagai peraturan dan kebijakan yang intinya menghambat dan menghalangi perkembangan dan kemajuan pendidikan Islam. Colonial Belanda memperlakukan umat Islam sejajar dengan kaum pribumi. Sekolah untuk mereka terbatas hanya sekolah desa dan Vervlog. Padahal Islam agama mayoritas penduduk pribumi. Sedangkan penduduk beragama selain Islam khususnya Kristen (Protestan-Katolik) diperlakukan sama dengan bangsa Eropa. Keadaan ini membekas dalam hati umat Islam. Selain itu kolonial Belanda selalu menempatkan Islam sebagai musuh baik untuk kolonialisme maupun untuk usaha menyebarkan agama Nasrani. Keadaan pendidikan umat Islam pada zaman Belanda dari waktu ke waktu demikian memperihatinkan karena terus menerus mendapatkan tekanan dan perlakuan yang tidak menggembirakan. Namun demikian, umat Islam secara terus menerus pula tetap berjuang dan melakukan perlawanan, hingga akhirnya pendidikan Islam mengalami kebangkitan. Kebangkitan tersebut terinspirasi oleh gerakan yang lahir di Timur Tengah yang dibawa oleh orang-orang Indonesia yang menunaikan haji ke tanah suci Makkah. Gerakan ini dimulai dari pembaharuan pemikiran dan pendidikan Islam di Minangkabau yang disusul oleh pembaharuan pendidikan yang dilakukan oleh masyarakat Arab di Indonesia, Perserikatan Ulama Majalengka, Jawa Barat (1911), Muhammadiyah di Yogyakarta (1912), Persatuan Islam di Bandung (1920), Nahdhatul Ulama (NU) di Surabaya (1927) dan Persatuan Tarbiyah Islamiyah di Candung Bukit Tinggi (1930), dan lain sebagainya. Dengan munculnya gerakan-gerakan itu keadaan pendidikan Islam mengalami perkembangan ke arah yang lebih baik dan maju, meskipun Belanda tidak menghendakinya. Bahkan cenderung menghalangi pertumbuhan dan perkembangannya. Perkembangan ke arah yang lebih baik dan maju itu, paling tidak bisa diukur, salah satunya dengan semakin banyaknya lembaga-lembaga pendidikan Islam yang bermunculan sebagaimana disebutkan di atas. IV. Konsep Pembaharuan Pendidikan Islam Dimasa Kolonial Belanda A. Jami’at Khair : Konsep Pendidikan Konvergensi Jami’at Khair yang secara resmi disahkan pemerintah Belanda tanggal 17 Juli 1905. Organisasi pendidikan ini merupakan organisasi pendidikan pertama yang didirikan oleh orang bukan Belanda, yang keseluruh kegiatannya diselenggarakan berdasarkan sistem Barat. Organisasi ini membangun sekolah bukan semata-mata bersifat agama, tetapi sekolah dasar biasa dengan kurikulum agama, berhitung, sejarah, ilmu bumi dan bahsa pengantar bahasa Melayu. Bahasa Inggris merupakan bahasa wajib, pengganti bahasa Belanda. Sedangkan pelajaran bahasa Arab sangat ditekankan sebagai alat untuk memahami sumber-sumber Islam. Dilihat dari pelaksanaan program pendidikannya, Jami’at Khair telah melakukan beberapa langkah pembaharuan dalam bidang pendidikan Islam. Pertama pembaharuan dalam bidang organisasi dan kelembagaan, dan kedua pembaharuan dalam aspek kurikulum dan metode mengajar. Organisasi ini merupakan organisasi Islam yang mula-mula menyelenggarakan sistem pendidikan konvergensi (gabungan) antara system pendidikan madrasah (Islam) dengan pendidikan Barat (sekolah) di Indonesia. B. Taman Siswa : Konsep Pendidikan Nasional Taman Siswa didirikan oleh Ki Hajar Dewantara, pada tanggal 3 Juli 1922 di Yogyakarta. Ki Hajar Dewantara menyusun konsep pendidikan Taman Siswa dengan sebutan “kembali kepada yang nasional”, yang meliputi yaitu: 1) Sistem Among Among berarti asuhan dan pemeliharaan dengan suka cinta, dengan memberi kebebasan anak asuh untuk bergerak menurut kemauannya, berkembang menurut bakat kemampuannya. Dalam pelaksanaan sistem among menempatkan guru sebagai fungsi orang tua. Guru sebagai tukang pamong dan sebagai pendidik. Karena itu tugas guru yang biasanya memberikan perintah, paksaan dan hukuman kepada muridnya, tidak digunakan di Taman Siswa. Tugas guru hanyalah memberikan bimbingan dan membantu anak bertumbuh dan berkembang menurut kodrat bakatnya. 2) Teori Tri-Sentra Tri sentra (tiga pusat) merupakan bagian dari sistem pendidikan Taman Siswa. Teori ini mengacu kepada dasar pemikiran bahwa peguron (perguruan), merupakan miniatur tiga alam, yakni asrama (keluarga), balai wijata (sekolah) dan masyarakat, sebagai pusat pembentukan jiwa anak-anak. Para guru dan murid-murid Taman Siswa menempati satu lembaga pendidikan yang terdiri dari sekolah dan asrama, pamong dan siswa. 3) Kebudayan Nasional Ki Hajar Dewantara Berpandangan, Menurutnya pengaruh bahasa Belanda cenderung memalingkan perhatian mereka kepada bahasa asalnya. Untuk itu Beliau memberikan gagasan untuk membangun sistem pendidikan yang berwatak budaya Indonesia. C. Indonesisch Nederland School Indonesisch Nederland School (INS), didirikan oleh Muhammad Syafe’i, pada tanggal 31 Oktober 1926 di Kayutanam, Sumatera Barat. Pelaksanaan pendidikan di INS dilakukan secara berjenjang yang terdiri atas empat tingkata ruang. Ruang rendah (SD), lama pendidikannya tujuh tahun; ruang dewasa, lama pendidikannya empat tahun; dan terakhir ruang masyarakat dengan lama pendidikan satu tahun. Pendidikan yang diberikan atas pendidikan teori dan pendidikan praktek. Materi yang diberikan bervariasi sesuai dengan tingkatannya masing-masing. Untuk tingkat ruang rendah teori 75 % dan praktek 25 %. Sedangkan untuk tingkat ruang dewasa masing-masing 50 %, sehingga para pengamat cenderung untuk menggolongkan INS sebagai sekolah kerja (doesschool). Tujuan utamanya pendidikan dan pengajaran berdasarkan prinsip aktif, dengan mengutamakan peranan pekerjaan tangan. INS Kayutaman dalam menerapkan kurikulum pendidikannya, terutama dalam bidang keterampilan senantiasa dikaitkan dengan tujuan menanamkan jiwa aktif kepada siswa. Dengan demikian setiap pelajaran mengandung latar belakang pembinaan yang berbeda, tapi mengarah pada tujuan akhir, yaitu mampu hidup mandiri, serta bermanfaat bagi masyarakat. D. Perguruan Muhammadiyah: Konsep Sekolah Agama Muhammadiyah didirikan oleh K.H. Ahmad Dahlan (1869-1923), tanggal 18 November 1912 di Yogyakarta. Muhammadiyah didirikan sebagai reaksi terhadap kondisi umat Islam di Hindia Belanda (Indonesia), terutama di Jawa ketika itu dinilai tidak mampu menghadapi tantangan zaman karena lemah dalam berbagai bidang kehidupan. Setelah delapan tahun berdiri, Muhammadiyah telah tersebar ke seluruh pulau Jawa, dan tahun 1921 organisasi ini telah meliputi seluruh Indonesia. Di tiap-tiap cabang didirikan sekolah-sekolah Muhammadiyah. Sekolah-sekolah terdiri atas sekolah diniyat yang khusus mengajarkan agama dan sekolah-sekolah model pemerintah yang memberikan pengajaran agama dan pengajaran umum. Tetapi sekolah diniyat Muhammadiyah berbeda dengan metode belajar halaqah, model pesantren Muhammadiyah ini mengambil system pendidikan Barat, yaitu sistem klasikal. Adapun Kurikulumnya yang diterapkannya mendekati kurikulum pemerintah. Yakni penggabungan kurikulum pemerintah dan kurikulum Madrasah. E. Santi Asromo: Konsep Pesantren Kerja Santi Asromo didirikan oleh K.H. Abdul Halim Iskandar, tahun 1932 terletak di desa Pasir Ayu Kabupaten Majalengka. Di antara tujuan didirikannya Santi Asromo adalah: a) Pembentukan akhlak yang mulia (setia, jujur, lurus, mengerti kewajiban terhadap Allah dan Rasul-Nya serta terhadap ibu bapak). b) Pembentukan intelek. c) Pembentukan rasa dan sikap sosial. d) Pembentukan warga Negara yang baik (mengerti terhadap kewajiban tumpah darah, berlaku adil terhadap sesama makhluk Allah) Menurut Abdul Halim, pendidikan yang dibutuhkan harus menyangkut tiga faktor yang mesti diperhatikan yakni: pendidikan batin (akhlak), pendidikan sosial (ijtima’), dan pendidikan ekonomi (iqtishad). Untuk mencapai kehendak tersebut, disusun materi kurikulum, meliputi ketiga faktor dimaksud. F. Persatuan Islam (PERSIS): Konsep Pendidikan Dakwah dan Publikasi Persatuan Islam (Persis) didirikan secara resmi pada tanggal 12 September 1923 di Bandung oleh sekelompok orang Islam yang berminat dalam studi dan aktifitas keagamaan yang dipimpin oleh ZamZam dan Muhammad Yunus. Didirikan Persis adalah untuk membentuk kader-kader yang mempunyai keinginan untuk menyebarkan agama.

manfaat membaca al-Quran

Manfaat Membaca Al Qur'an Al’quran adalah kitab suci umat islam yang seklaigus pedoman hidup bagi umat muslim tetapi berapa sering anda untuk membaca kitab suci Al’quran tersebut?, apakah anda selalu membacanya setelah selesai menjalankan sholat 5 waktu?, Selain mendekatkan diri dengan yang maha Esa membaca al’quran juga dapat memberikan kita kenikmatan tersendiri bagi yang sering melakukannya. Banyak sekali manfaat yang terdapat dalam Al’quran apabila kita sering mengamalkannya selain kita mendapatkan pahala yang lebih karena membaca kitab suci Al’quran. Banyak ayat Al’quran yang mengisyaratkan tentang pengobatan karena Al’quran itu sendiri diturunkan sebagai penawar dan Rahmat bagi orang-orang yang mukmin. Menurut para ahli tafsir bahwa nama lain dari Al’quran yaitu “Asysyifâ” yang artinya secara Terminologi adalah Obat Penyembuh. Di samping Al’quran mengisyaratkan tentang pengobatan juga menceritakan tentang keindahan alam semesta yang dapat kita jadikan sebagai sumber dari pembuat obat- obatan. Dan tidak hanya itu orang yang sering membaca ayat-ayat suci Al’quran pun niscaya akan mendapatkan ketenangan jiwa dan dapat menurunkan depresi, kesedihan, menangkal berbagai macam penyakit merupakan pengaruh umum yang dirasakan orang-orang yang membaca Al’quran. Sungguh suatu kebahagiaan dan merupakan kenikmatan yang besar, kita memiliki Al-Qur’an. Selain menjadi ibadah dalam membacanya, bacaannya memberikan pengaruh besar bagi kehidupan jasmani dan rohani kita. Jika mendengarkan musik klasik dapat memengaruhi kecerdasan intelektual (IQ) dan kecerdasan emosi (EQ) seseorang, bacaan Al-Qur’an lebih dari itu. Selain memengaruhi IQ dan EQ, bacaan Al-Qur’an memengaruhi kecerdasan spiritual (SQ). Berikut merupakan sebagian Manfaat Lainnya dalam Menghafal Dan Membaca Al-Quran : Dapat meningkatkan ketaqwaan dan Keimanan Menambah amal, karena setiap membaca 1 huruf al-quran sama dengan 700 kebaikan Menjadi pengingat kebesaran Alloh SWT Sebagai pedoman kehidupan sehari-hari Diangkat derajatnya Sebagai obat kehidupan karena dapat menghilangkan kegalauan, stres, dan sebagainya. Kitab Al’quran, tentu saja bukanlah sebuah buku sains ataupun buku kedokteran, namun Alqur’an menyebut dirinya sebagai ‘penyembut penyakit’, yang oleh kaum Muslim diartikan bahwa petunjuk yang dikandungnya akan membawa manusia pada kesehatan spiritual, psikologis, dan fisik. Kesembuhan menggunakan Alqur’an dapat dilakukan dengan membaca, berdekatan dengannya, dan mendengarkannya. Membaca, mendengar, memperhatikan dan berdekatan dengannya ialah bahwasanya Alqur’an itu dibaca di sisi orang yang sedang menderita sakit sehingga akan turun rahmat kepada mereka. Alqur’an merupakan kitab suci umat Islam yang berisikan firman-firman Allah. Banyak sekali nasihat-nasihat, berita-berita kabar gembira bagi orang yang beriman dan beramal sholeh, dan berita-berita ancaman bagi mereka yang tidak beriman dan atau tidak beramal sholeh. Maka, alqur’an berisikan ucapan-ucapan yang baik, yang dalam istilah Alqur’an sendiri, ahsan alhadits. Kata-kata yang penuh kebaikan sering memberikan efek auto sugesti yang positif dan yang akan menimbulkan ketenangan. Semoga artikel ini bermanfaat bagi yang telah membacanya dan dapat berguna untuk orang lain. (Chairul Rozi) Sumber : http://pengabdian.com/manfaat-membaca-alquran.html http://www.kucoba.com/2012/09/manfaat-membaca-al-quran.html http://marufamir.blogspot.com/2012/06/inilah-manfaat-ilmiah-membaca-al-quran.html http://www.anneahira.com/bacaan-ayat-suci-al-quran.htm http://wikaprima.wordpress.com/info-kesehatan/%E2%80%9Cmanfaat-membaca-al-qur%E2%80%99an-dan-kesehatan%E2%80%9D/ http://www.pantonanews.com/3064-manfaat-membaca-al-quran Sumber Gambar: http://www.onislam.net/english/reading-islam/understanding-islam/belief/revelation/460216-how-to-benefit-from-the-quran-.htm

manfaat sedekah

Pentingnya sedekah 1. Sedekah merupakan perintah Allah Allah Ta`ala berfirman : ” Hai orang – orang yg beriman, belanjakanlah (di jalan Allah) sebagian rezeki yang telah Kami berikan kepadamu sebelum datang hari yg pada hari itu tidak ada lagi jual beli dan tidak ada lagi persahabatan yang akrab dan tidak ada lagi syafaat. Dan orang – orang kafir itulah orang – orang yg zalim ” ( Al Baqarah, 2:254 ) Yang dimaksud Syafaat di atas ialah usaha perantaraan dalam memberikan sesuatu manfaat bagi orang lain atau mengelakkan sesuatu mudharat bagi orang lain. Melalui ayat diatas Allah memerintahkan hamba-hambaNYA supaya menginfakkan sebagian dari apa yang telah DIA karuniakan kepada mereka dijalan NYA, yaitu jalan kebaikan. Agar pahala infak tersebut tersimpan di sisi Allah Ta`ala dan supaya mereka segera mengerjakan hal tersebut dalam kehidupan dunia ini. Yang dimaksud “hari” ialah hari kiamat, yang pada saat itu persahabatan dan kekerabatan tidak lagi bermanfaat, bahkan keturunan sekalipun tidak bisa berbuat apa-apa. Dan pada hari itu tidak ada orang yang yang lebih zalim dari orang yang menghadap Allah dalam keadaan kafir. Termasuk membelanjakan harta di jalan kebaikan adalah : membangun dan memelihara tempat – tempat ibadah, membangun sarana pendidikan, membiayai ongkos pendidikan orang2 tak mampu, menyantuni fakir miskin, menolong orang2 yang menderita akibat peperangan dan orang2 yang tertimpa musibah, dan membangun sarana serta fasilitas untuk menunjang kelancaran pembangunan agama Islam. Allah Ta`ala berfirman : ” Katakanlah kepada hamba2 KU yang telah beriman : Hendaklah mereka mendirikan Sholat, menafkahkan sebahagian rezeki yang Kami berikan kepada mereka secara sembunyi2 ataupun terang2an sebelum datang hari ( kiamat ) yang pada hari itu tidak ada jual beli dan persahabatan ” ( Ibrahim, 14:31 ) Ada dua perintah dalam ayat tersebut. Pertama, mendirikan Shalat. Kedua, menginfakkan sebagian harta. Perintah pertama untuk menciptakan dan menjaga hubungan dengan Tuhan. Perintah kedua bermakna untuk menciptakan dan menjaga hubungan antara sesama hamba dan sesama manusia. Allah memberikan petunjuk tentang cara memberikan infak atau sedekah, yaitu dengan cara terang2an atau sembunyi2. Kedua cara itu harus didasari dengan niat yang ikhlas. Allah Ta`ala berfirman : ” Dan belanjakanlah sebagian dari apa yang telah Kami berikan kepadamu sebelum datang kematian kepada salah seorang diantara kamu; lalu ia berkata ” Ya Tuhanku, mengapa Engkau tidak menangguhkan (kematian) ku sampai waktu yang dekat, yang menyebabkan aku dapat bersedekah dan aku termasuk orang2 yg saleh? ” ( Al Muafiquun, 63:10 ) Harta kekayaan manusia hanya berarti ketika ia masih hidup. Ia dapat menggunakan sesuka hatinya. Adanya perintah infak untuk mengingatkan manusia, bahwa apa yang ia miliki pada hakikat nya adalah milik Allah. Manusia terlahir ke dunia tanpa membawa dan memiliki harta. Dengan kemurahan dan kasih sayang Allah, manusia dapat memiliki apa yang di inginkan nya. Perintah infak juga sebagai ujian terhadap keimanan seseorang. Manusia yang dikuasai harta kekayaannya tentu akan berat mengeluarkan sebagian hartanya, sekalipun sedikit, Dan sebaliknya bagi orang2 yang yakin , maka ia akan dengan serta merta menyerahkan hartanya di jalan Allah. Orang beriman yakin, bahwa dengan mengeluarkan infak, harta justru bertambah dan berkah. 2. Sedekah sebagai bukti keimanan yang sehat dan kuat. Dari Abu Malik al-Harits bin Ashim al-Asya`ari ra, ia berkata : Rasulullah bersabda : “Sering bersuci ( berwudhu ) merupakan bagian dari iman, Tahmid itu memenuhi timbangan amal, tasbih dan tahmid itu keduanya atau salah satunya dapat memenuhi langit dan bumi. Shalat itu cahaya, sedekah itu bukti, kesabaran itu cahaya, Al Qur`an itu hujah bagimu atau menjadi hujah untuk membantahmu. Setiap manusia berangkat dipagi hari lalu menjual dirinya, maka ia membebaskannya atau membinasakannya “. ( HR.Muslim ) Berkata Ibnu Rajab rahimahullah : ” Adapun sedekah itu menjadi hujah atau bukti (burhan), dan burhan itu adalah sinar yg menyertai wajah matahari. “ Dan dari Hadits Abu Musa : ” Sesungguhnya ruh seorang mukmin itu keluar dari jasadnya bercahaya seperti cahaya matahari. Suatu hujah yang dapat mematahkan argumentasi itu dinamakan ” Burhan “, karena penunjukannya yang jelas atas suatu objek. Maka demikian pula sedekah itu dikatakan “burhan”, karena menjadi bukti yang mantap.” Maka simaklah makna2 yang tinggi sebagaimana terkandung dalam susunan kalimat dari ucapan2 Nabi S.A.W tersebut, semoga Allah S.W.T memberikan rahmat NYA kepadamu. 3. Sesungguhnya pelaku sedekah sangat merasakan nikmat iman Dari Abu Darda ra, Nabi S.A.W, beliau bersabda : ” Lima macam yang barang siapa melakukannya disertai iman, maka ia akan masuk surga : Barang siapa memelihara sholat lima waktu dengan sebaik2 nya,m wudunya, rukunnya dan waktu2 nya, serta memberi zakat sebagian harta dengan baik hati (ikhlas)”. Ia berkata : Dan beliau bersabda : ” Demi Allah, tiadalah yang melakukan itu kecuali orang mukmin “. Ibnu Rajab rahimahullah berkata : Maksud ( dalam keadaan baik hati ) : atau dengan sedekah sebagai tanda adanya rasa manis dan lezatnya iman. Hal itu sebagaimana dijelaskan dalam hadits Abdullah bin Mu`awiyah al-’Amiri dari Nabi S.A.W, beliau bersabda : ” Ada tiga perkara yang barangsiapa melakukannya, maka sungguh ia telah merasakan lezatnya Iman, ialah : Orang yang menyembah Allah yang maha Esa dan sesungguhnya tiada Tuhan kecuali Allah, menunaikan zakat hartanya dengan baik hati yang datang kepadanya setiap tahun “. Mengeluarkan harta untuk kepentingan agama memang terasa berat, lebih2 seseorang dalam keadaan serba terbatas. Godaan untuk melakukan infak di jalan Allah selalu ada, sepeti bisikan takut harta menjadi berkurang, atau masih banyak keperluan hidup yang mesti dibiayai, dan godaan2 lainnya yang tersembunyi dalam diri. 4. Sedekah itu mensucikan jiwa Allah Ta`ala berfirman : ” Ambillah zakat dari sebagian harta mereka , dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka , dan mendo`alah untuk mereka. Sesungguhnya dia kamu itu ( menjadi ) ketentraman jiwa bagi mereka. Dan Allah (menjadi) ketentraman jiwa bagi mereka, Dan Allah Mendengar lagi Maha Mengetahui “. ( At Taubah, 9 : 103 ) Ketahuilah – semoga Allah memeliharamu – sesungguhnya infak itu dapat mensucikan dirimu dari penyakit pelit dan kikir, dan ia pun dapat mensucikan diri menjadi bersih dan suci. Ayat ini menjadi undang2 wajibnya mengeluarkan zakat bagi orang yang berharta. Penguasa atau badan yang berwenang untuk pemungutan zakat berhak meminta bahkan memaksa kepada orang2 kaya agar mengeluarkan zakat harta. Orang yang merasa berat mengeluarkan zakat berarti ia bergelimang dengan kekayaan yang kotor. Dengan mengeluarkan zakat, maka harta akan terlindungi, jiwa menjadi tenang dan hidup penuh kedamaian tanpa ada rasa khawatir. Orang yang tidak mau mengeluarkan zakat atau infak, berarti ia telah berbuat zalim. Harta, dana atau uang zakat dan infak adalah milik orang2 fakir dan miskin. Dengan demikian Islam hendak menciptakan kehidupan yang adil dan serasi dengan adanya perintah zakat atau infak.

hikmah mengenakan jilbab

Hikmah Memakai Jilbab, (Juga) Pembuktian Sains ALLAH SWT. memerintahkan sesuatu pasti ada manfaatnya untuk kebaikan manusia. Dan setiap yang benar-benar manfaat dan diperlukan manusia dalam kehidupannya, pasti disyariatkan atau diperintahkan oleh-Nya. Di antara perintah Allah itu adalah berjilbab bagi wanita muslimah. Berikut ini beberapa manfaat berjilbab menurut Islam dan ilmu pengetahuan. 1. Selamat dari adzab Allah (adzab neraka) “Ada dua macam penghuni neraka yang tak pernah kulihat sebelumnya; sekelompok laki-laki yang memegang cemeti laksana ekor sapi, mereka mencambuk manusia dengannya. Dan wanita-wanita yang berpakaian namun tel4njan9, sesat dan menyesatkan, yang dikepala mereka ada sesuatu mirip punuk unta. Mereka (wanita-wanita seperti ini) tidak akan masuk surga dan tidak akan mencium baunya. Sedangkan bau surga itu tercium dari jarak yang jauh” (HR. Muslim). Imam An-Nawawi ra. menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan “Wanita-wanita yang berpakaian namun tel4njan9” ialah mereka yang menutup sebagian tubuhnya dan menampakkan sebagian lainnya dengan maksud menunjukkan kecantikannya. “Wanita-wanita yang berpakaian namun tel4njan9” ialah mereka yang menutup sebagian tubuhnya dan menampakkan sebagian lainnya dengan maksud menunjukkan kecantikannya. 2. Terhindar dari pelecehan Banyaknya pelecehan seksual terhadap kaum wanita adalah akibat tingkah laku mereka sendiri. Karena wanita merupakan fitnah (godaan) terbesar. Sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW, “Sepeninggalku tak ada fitnah yang lebih berbahaya bagi laki-laki daripada wanita.” (HR. Bukhari). Jikalau wanita pada jaman Rasul merupakan fitnah terbesar bagi laki-laki padahal wanita pada jaman ini konsisten terhadap jilbab mereka dan tak banyak lelaki jahat saat itu, maka bagaimana wanita pada jaman sekarang? Tentunya akan menjadi target pelecehan. Hal ini telah terbukti dengan tingginya pelecehan di negara-negara Eropa (wanitanya tidak berjilbab). 3. Memelihara kecemburuan laki-laki Sifat cemburu adalah sifat yang telah Allah SWT tanamkan kepada hati laki-laki agar lebih menjaga harga diri wanita yang menjadi mahramnya. Cemburu merupakan sifat terpuji dalam Islam. “Allah itu cemburu dan orang beriman juga cemburu. Kecemburuan Allah adalah apabila seorang mukmin menghampiri apa yang diharamkan-Nya.” (HR. Muslim). Bila jilbab ditanggalkan, rasa cemburu laki-laki akan hilang. Sehingga jika terjadi pelecehan tidak ada yang akan membela. 4. Akan seperti bidadari surga “Dalam surga itu ada bidadari-bidadari yang menundukkan pandangannya, mereka tak pernah disentuh seorang manusia atau jin pun sebelumnya.” (QS. Ar-Rahman: 56). “Mereka laksana permata yakut dan marjan.”(QS.Ar Rahman: 5). “Mereka laksan telur yang tersimpan rapi.”(QS.Ash Shaffaat: 49). Dengan berjilbab, wanita akan memiliki sifat seperti bidadari surga. Yaitu menundukkan pandangan, tak pernah disentuh oleh yang bukan mahramnya, yang senantiasa dirumah untuk menjaga kehormatan diri. Wanita inilah merupakan perhiasan yang amatlah berharga. Dengan berjilbab, wanita akan memiliki sifat seperti bidadari surga. [Image: jilbab%20jalan%20muslimah.jpg] 5. Mencegah penyakit kanker kulit Kanker adalah sekumpulan penyakit yang menyebabkan sebagian sel tubuh berubah sifatnya. Kanker kulit adalah tumor-tumor yang terbentuk akibat kekacauan dalam sel yang disebabkan oleh penyinaran, zat-zat kimia, dan sebagainya. Penelitian menunjukkan kanker kulit biasanya disebabkan oleh sinar Ultra Violet (UV) yang menyinari wajah, leher, tangan, dan kaki. Kanker ini banyak menyerang orang berkulit putih, sebab kulit putih lebih mudah terbakar matahari. Kanker tidaklah membeda-bedakan antara laki-laki dan wanita. Hanya saja, wanita memiliki daya tahan tubuh lebih rendah daripada laki-laki. Oleh karena itu, wanita lebih mudah terserang penyakit khususnya kanker kulit. Oleh karena itu, cara untuk melindungi tubuh dari kanker kulit adalah dengan menutupi kulit. Salah satunya dengan berjilbab. Karena dengan berjilbab, kita melindungi kulit kita dari sinar UV. Melindungi tubuh bukan dengan memakai kerudung gaul dan baju ketat. Kenapa? Karena hal itu percuma saja. Karena sinar UV masih bisa menembus pakaian yang ketat apalagi pakaian transparan. Berjilbab disini haruslah sesuai kriteria jilbab. 6. Memperlambat gejala penuaan Penuaan adalah proses alamiah yang sudah pasti dialami oleh semua orang yaitu lambatnya proses pertumbuhan dan pembelahan sel-sel dalam tubuh. Gejala-gejala penuaan antara lain adalah rambut memutih, kulit keriput, dan lain-lain. Penyebab utama gejala penuaan adalah sinar matahari. Sinar matahari memang penting bagi pembentukan vitamin D yang berperan penting terhadap kesehatan kulit. Namun, secara ilmiah dapat dijelaskan bahwa sinar matahari merangsang melanosit (sel-sel melanin) untuk mengeluarkan melanin, akibatnya rusaklah jaringan kolagen dan elastin. Jaringan kolagen dan elastin berperan penting dalam menjaga keindahan dan kelenturan kulit. Krim-krim pelindung kulit pun tidak mampu melindungi kulit secara total dari sinar matahari. Sehingga dianjurkan untuk melindungi tubuh dengan jilbab. Jilbab adalah kewajiban untuk setiap muslimah. Dan jilbab pun memiliki manfaat. Ternyata tak sekedar membawa manfaat ukhrawi namun banyak juga manfaat duniawinya. Jilbab tak hanya sekedar menjaga iman dan takwa pemakainya, namun juga membuat kulit terlindungi dari penyakit kanker dan proses penuaan. Ternyata jilbab tak sekadar membawa manfaat ukhrawi namun banyak juga manfaat duniawinya. Jilbab tak hanya sekadar menjaga iman dan takwa pemakainya, namun juga membuat kulit terlindungi dari penyakit kanker dan proses penuaan

manfaat puasa senin kamis

Dahsyatnya Puasa Senin Kamis. Siapa sih yang tidak ingin awet muda, bebas penyakit, sekaligus selamat dunia akhirat ? Kalau kita ingin mendapatkan semua itu, cobalah berpuasa Senin-Kamis secara teratur. Kebanyakan dari kita tentunya pernah mendengar puasa Senin Kamis sebagai puasa sunnah di dalam Islam. Namun, berapa yang benar-benar berusaha merutinkan puasa tersebut ? Kalau hari itu kebetulan ada acara pengajian dan makan-makan, bukannya lebih enak makan-makan ketimbang puasa sunnah ? Kalau pagi itu kebetulan tidak sempat sahur, bukannya lebih nyaman absen puasa dulu ? Bagaimanapun, puasa Senin Kamis itu hanyalah ‘sunnah’ bukan ? Tak banyak dari kita yang tahu benar hikmah puasa Senin Kamis dari segi spiritual, kesehatan dan keutamaannya di hadapan Allah. Karena itu, dalam rubrik tadzkirah IMSIS kali ini, ada baiknya kita mengupas hikmah puasa Senin Kamis supaya kita lebih semangat menjalaninya. Alasan utama mengapa puasa Senin Kamis disunahkan dalam Islam ialah karena Rasulullah sering berpuasa di kedua hari tersebut. Tapi, apa keutamaan Senin dan Kamis ? Sehubungan dengan hal ini ada 2 hadis dari Rasulullah yg berkenaan dengan pemilihan hari Senin dan Kamis. Yang pertama, dalam Hadist Riwayat Ahmad disebutkan bahwa Rasulullah mengatakan bahwa semua amal dibentangkan di hari Senin dan Kamis. Karena itu, sebagai orang beriman, sungguhlah baik bila pada saat malaikat melaporkan amalan kita itu kita tengah berpuasa. Yang kedua, hari Senin Kamis adalah hari istimewa karena pada hari itulah Rasulullah dilahirkan, menjadi rasul dan mendapat wahyu (HR Muslim). Jadi terlihat disini bahwa hari Senin dan Kamis adalah hari istimewa dari sisi religius. Dari sisi logika, bisa dilihat bahwa hari Senin dan Kamis membagi satu ‘minggu’ menjadi dua bagian yang hampir sama rata. Jadi kentara sekali bahwa puasa Senin Kamis mempunyai fungsi maintenance atau pemeliharaan. Analoginya mungkin sama dengan pembagian waktu minum obat kala kita sakit. Tentu kita ingat, kala kita sakit, kita sering disuruh minum obat 2x sehari, yaitu 1x di pagi hari dan 1x di malam hari. Kalau dilihat, waktu2 dimana kita disuruh minum obat 2x tersebut membagi kurang lebih hari itu menjadi 3 bagian yang sama. Hal ini berlaku juga dengan Senin dan Kamis yang membagi satu minggu menjadi dua bagian. Dengan berpuasa di hari Senin dan Kamis, secara tidak langsung kita melakukan maintenance untuk diri kita secara rutin baik dari segi spiritual maupun jasmani. Lalu, apakah keutamaan puasa yang berkelanjutan seperti puasa Senin Kamis ini ? Keutamaan yang pertama ialah karena puasa Senin Kamis melatih kita secara teratur untuk menghindarkan diri dari pekerjaan dosa. Kalau ada latihan efektif untuk ‘anger management’ atau latihan kesabaran, maka itulah puasa. Karena itu, cocoklah jika dikatakan bahwa puasa adalah zakat jiwa, dimana pada saat puasa, kita membuang perangai buruk. Sehingga sesudah puasa, emosi dan spiritual kita menjadi lebih bersih. ”Segala sesuatu itu ada zakatnya,sedang zakat jiwa itu adalah berpuasa. Dan puasa itu separo kesabaran”.(HR. Ibnu Majah). Dengan menghilangnya perangai buruk kita, minimal seminggu dua kali, maka bisa juga dikatakan bahwa ”Puasa adalah benteng yg membentengi seseorang dari api neraka yg membara”.{HR.Ahmad dan Baihaqi}. Keutamaan yang kedua ialah karena puasa Senin Kamis bisa meningkatkan amalan kita. Biasanya, seseorang yang kekenyangan dan keenakan cenderung malas beribadah. Puasa menjadikan kita lebih produktif dalam beribadah karena selain kita tidak lagi dalam posisi keenakan, orang yang berpuasa juga cenderung ingin beribadah ekstra. Disamping itu, puasa bisa melembutkan hati. Ini karena dengan puasa, kita cenderung lebih berempati dengan orang-orang yang lebih tidak beruntung dibanding kita. Karena itu, puasa bisa menjadikan kita lebih dekat dengan Allah dan lebih bertakwa. Tidaklah salah kalau dalam Quran disebutkan bahwa puasa diperintahkan pada kita dan orang2 sebelum kita supaya kita menjadi orang yang bertakwa (Al Baqarah 183). Selain dari keuntungan dari segi emosional spiritual seperti yang dijelaskan diatas, puasa juga memiliki keutamaan dari segi kesehatan. Sudah bukan rahasia lagi bahwa saat ini sudah ada banyak riset yang menyimpulkan bahwa puasa yang teratur itu baik untuk kesehatan. Manfaat kesehatan dari puasa yang paling populer adalah puasa bisa dibilang sebagai cara ampuh untuk membatasi kalori yang masuk ke tubuh kita. Dalam Islam dan bidang kedokteran, dianjurkan untuk tidak makan berlebihan, karena makanan yang berlebih dan tidak sehat bisa menimbulkan penyakit. Lihat saja masyarakat di negara makmur yang mana makanan berlimpah. Selain tingkat obesitas tinggi, masyarakat negara-negara tersebut banyak yang mengidap diabetes dan jantung yang notabene sering dijuluki sebagai penyakit orang kaya. Dengan puasa Senin Kamis, paling tidak, dalam dua kali seminggu, kita membatasi kalori yang masuk dalam tubuh kita. Manfaat lain dari puasa ditinjau dari segi kesehatan yang juga banyak dipopulerkan adalah fungsi pembersihan dan penyembuhan. Dengan istirahatnya sistem pencernaan kita selama puasa, maka memungkinkan sistem2 lain di tubuh kita untuk bekerja dengan lebih baik, misalnya sistem imunitas. Inilah sebabnya mengapa orang yang sakit atau binatang yang terluka suka menolak makan. Andaikata kita tidak sedang sakit pun, polisi imunitas bekerja keras saat kita puasa. Jika polisi-polisi ini mendeteksi hal-hal yang kira-kira nanti bisa membuat kita sakit atau hal-hal abnormal, seperti tumbuhnya kista atau tumor, maka pada hari kita puasa, mereka bisa memberantasnya. Sistem detoksifikasi tubuh juga bekerja lebih lancar jika kita tidak menerima asupan lagi. Disini, mungkin kita bisa membayangkan sistem pembersihan tubuh kita seperti pegawai yang kewalahan mengerjakan tugasnya kalau tugas datang bertubi2. Akibatnya, fungsi pembersihan tubuh tidak terkerjakan dengan maksimal dan sangat mungkin luput mengeliminasi beberapa zat-zat yang kurang baik untuk tubuh kita. Dengan berhentinya asupan, maka tugas dari sistem pembersihan tubuh kita menjadi lebih manageable sehingga kinerjanya menjadi lebih maksimal. Sistem peremajaan juga bekerja dengan maksimal saat kita puasa karena Allah mendesain tubuh kita untuk mengeluarkan hormon yang erat kaitannya dengan anti-aging kala kita puasa. Karena itu tidaklah mengherankan jika pada suatu eksperimen ditemukan bahwa cacing yang berpuasa bisa hidup 19 generasi lebih lama dibanding cacing yang tidak berpuasa. Kalau ada obat anti aging yang ampuh, itulah puasa. Bisa jadi puasa Senin Kamis secara teratur nantinya menjadikan kita awet muda dan bebas penyakit di hari tua. Lalu bagaimana dengan orang yang sering mengeluhkan tidak bisa bekerja karena kelaparan dan lemas pada saat puasa seperti yg terlihat jelas di Indonesia dimana kinerja orang menjadi turun saat puasa? Jika hal ini terjadi, bisa jadi kelaparan itu terjadi karena kita tidak bekerja dengan baik atau kurang konsentrasi. Yang jelas, puasa tidak mempunyai pengaruh buruk terhadap otak dan daya pikir kita. Malahan, sudah ada penelitian yang membuktikan bahwa puasa malah meningkatkan daya pikir kita. Masih banyak lagi manfaat kesehatan dari puasa,misalnya puasa bisa menghindari atau mengurangi diabetes dan penyakit vascular seperti jantung. Yang jelas, kala Sang Pencipta kita mewajibkan kita puasa minimum setahun sekali selama Ramadhan , Dia tahu bahwa puasa itu baik bagi kita. Bayangkan dahsyatnya puasa kala kita bisa merutinkannya seminggu dua kali seperti yang dicontohkan oleh Rasulullah. Walaupun begitu, perlu diingat dan digarisbawahi bahwa semua amal tergantung niat. Jika niat puasa kita hanyalah dari segi kesehatan, maka itulah yang kita dapat. Namun kala niat puasa kita adalah dalam rangka meningkatkan kualitas spiritualitas kita dan mendekatkan diri pada Allah maka tidak hanya kita mendapat fisik yang prima, namun juga ridho Allah dan keselamatan dunia akhirat. Sebagai muslim, ridha Allah terletak di atas segala-galanya. Allah sangat menyukai orang yang berpuasa karena Allah, sehingga Allah menjanjikan gerbang khusus di surga bagi yang gemar berpuasa, yaitu Ar-Rayyan (H.R Muslim). Maka dari itu, marilah kita galakkan dan rutinkan puasa-puasa sunnah seperti puasa Senin Kamis dalam rangka meraih ridha Allah dan salah satu cara untuk meraih jannahNya. Insya Allah dengan puasa yang rutin, kita tidak hanya mendapat balasan di akhirat nanti, tetapi kita juga mendapat keuntungan di dunia berupa kesehatan yang prima dan daya pikir yang jernih.

PENDIDIKAN PADA MASA BANI UMAYYAH

Pendidikan Pada Masa Bani Umayyah 1. Lembaga Pendidikan Pada Masa Bani Umayyah Pada umumnya lembaga pendidikan Islam dimasa ini diklasifikasikan atas dasar muatan kurikulum yang diajarkan. Dalam hal ini, kurikulumnya meliputi pengetahuan agama dan pengetahuan umum. Atas dasar ini, lembaga pendidikan Islam di masa klasik menurut Charles Michael Stanton[5] digolongkan kedalam dua bentuk, yaitu lembaga pendidikan formal dan nonformal, di mana yang pertama mengajarkan ilmu pengetahuan agama dan yang kedua mengajarkan pengetahuan umum, termasuk filsafat. Sementara George Makdisi dalam hal yang sama menyebutnya sebagai lembaga pendidikan ekslusif (tertutup) dan lembaga pendidikan inklusif (terbuka). Tertutup artinya hanya mengajarkan pengetahuan agama, dan terbuka artinya menawarkan pengetahuan umum. Adapun lembaga pendidikan Islam yang ada sebelum kebangkitan madrasah pada masa Bani Umayyah adalah sebagai berikut: a. Shuffah Pada masa Rasulullah Saw, shuffah adalah suatu tempat yang telah dipakai untuk aktivitas pendidikan[6]. Biasanya tempat ini menyediakan tempat pemondokan bagi pendatang baru dan mereka tergolong miskin. Disini para siswa diajarkan membaca dan menghafal Alquran secara benar dan hukum Islam dibawah bimbingan langsung dari nabi. Pada masa ini setidaknya telah ada sembilan shuffah yang tersebar dikota Madinah. Dalam perkembangan berikutnya, sekolah shuffah juga menawarkan pelajaran dasar-dasar berhitung, kedokteran, astronomi, geneologi, dan ilmu fonetik. b. Kuttab/Maktab Kuttab/Maktab berasal dari kata dasar yang sama, yaitu kataba yang artinya menulis. Sedangkan kataba/maktab berarti tempat untuk menulis, atau tempat dimana dilangsungkan kegiatan tulis menulis[7]. Kebanyakan para ahli pendidikan Islam sepakat bahwa keduanya merpakan istilah yang sama dalam arti lembaga pendidikan Islam tingkat dasar yang mengajarkan membaca dan menulis kemudian meningkat pada pengajaran Alquran dan pengetahuan agama tingkat dasar[8]. Namun Abdullah Fajar membedakannya, ia mengatakan bahwa maktab adalah istilah untuk zaman klasik, sedangkan kuttab adalah istilah untuk zaman modern[9]. Philip K. Hitti mengatakan bahwa kurikulum pendidikan di kuttab ini berorientasi kepada Alquran sebagai suatu textbook. Hal ini mencakup pengajaran membaca dan menulis, kaligrafi, gramatikal bahasa Arab, sejarah nabi hadist khususnya yang berkaitan dengan Nabi Muhammad Saw. Sejak abad ke-8 M, kuttab mulai mengajarkan pengetahuan umum disamping ilmu agama. Hal ini terjadi akibat adanya persentuhan antara Islam dengan warisan budaya helenisme sehingga banyak membawa perubahan dalam kurikulum pendidikan Islam. Bahkan dalam perkembangan berikutnya kuttab dibedakan menjadi dua, yaitu kuttab yang mengajarkan pengetahuan non agama (secular learning) dan kuttab yang mengajarkan ilmu agama (religious learning)[10]. Dengan adanya perubahan kurikulum tersebut dapat dikatakan bahwa kuttab pada awal perkembangan merupakan lembaga pendidikan yang tertutup dan setelah adanya persentuhan dengan peradaban Helenisme menjadi lembaga pendidikan yang terbuka terhadap pengetahuan umum, termasuk filsafat. Mengenai waktu belajar di kuttab, Mahmud Yunus menyebutkan dimulai hari Sabtu pagi hingga Kamis siang dengan waktu sebagai berikut: - Alquran : Pagi s.d. Dhuha - Menulis : Dhuha s.d. Dhuhur - Gramatikal Arab, : Ba’da Dhuhur s.d. Siang Matematika, Sejarah. c. Halaqah Halaqah artinya lingkaran. Artinya, proses belajar mengajar di sini dilaksanakan di mana murid-murid melingkari gurunya. Seorang guru biasanya duduk dilantai menerangkan, membacakan karangannya, atau memberikan komentar atas karya pemikiran orang lain. Kegiatan halaqah ini bisa terjadi di masjid atau di rumah-rumah. Kegiatan halaqah ini tidak khusus untuk mengajarkan atau mendiskusikan ilmu agama, tetapi juga ilmu pengetahuan umum, termasuk filsafat. Oleh karena itu halaqah ini dikelompokan kedalam lembaga pendidikan yang terbuka terhadap ilmu pengetahuan umum. Dilihat dari segi ini, halaqah dikatagorikan kedalam lembaga pendidikan tingkat lanjutan setingkat dengan college.[11] d. Majlis Istilah majlis telah dipakai dalam pendidikan sejak abad pertama Islam. Mulanya ia merujuk pada arti tempat-tempat pelaksanaan belajar mengajar. Pada perkembangan berikutnya di saat dunia pendidikan Islam mengalami zaman keemasan, majlis berarti sesi dimana aktivitas pengajaran atau diskusi berlangsung. Dan belakangan majlis diartikan sebagai sejumlah aktivitas pembelajaran, sebagai contoh, majlis Al-Nabi, artinya majlis yang dilaksanakan oleh nabi, atau majlis Al-Syafi’I artinya majlis yang mengajarkan fiqih imam Syafi’i. Seiring denagan perkembangan pengetahuan dalam Islam, majlis digunakan sebagai kegiatan transfer ilmu pengetahuan sehingga majlis banyak ragamnya. Menurut Muniruddin Ahmed ada 7 macam majlis, sebagai berikut: - Majlis al-Hadits, majlis ini diselenggarakan oleh ulama/guru yang ahli dalam bidang hadits. Ulama tersebut membentuk majlis untuk mengajarkan ilmunya kepada murid-muridnya. Majlis ini berlangsung antara 20-30 tahun. Dan jumlah peserta yang ikut majlis ini mencapai ratusan ribu orang, seperti majlis yang disampaikan oleh Ashim ibn Ali di Masjid al-Rusafa diikuti oleh 100.000 sampai 120.000 orang. - Majlis al-Tadris, majlis ini biasanya menunjuk majlis selain daripada hadist, seperti majlis fiqih, majlis nahwu, atau majlis kalam. - Majlis al-Munazharah, majlis ini dipergunakan untuk sarana perdebatan mengenai suatu masalah oleh para ulama. Menurut Syalabi, khalifah Muawiyah sering mengundang para ulama untuk berdiskusi di istananya, demikian juga khalifah Al-Ma’mun pada dinasti Abbasiyah. Diluar istana majlis ini ada yang dilaksanakan secara kontinu dan spontanitas, bahkan ada yang berupa kontes terbuka dikalangan ulama, untuk model ini biasanya hanya dipakai untuk mencari popularitas ulama saja. - Majlis al-Muzakarah, majlis ini merupakan inovasi dari murid-murid yang belajar hadist. Majlis ini diselenggarakan sebagai sarana untuk berkumpul dan saling mengingat serta mengulang pelajaran yang sudah diberikan sambil menunggu kehadiran guru. Pada perkembangan berikutnya, majlis al-Muzakarah ini dibedakan berdasarkan materi yang didiskusikan, yaitu meliputi: sanad hadits, materi hadits, perawi hadits, hadits-hadist dho’if korelasi hadits dengan bidang ilmu tertentu dan kitab-kitab musnad. - Majlis al-Syu’ara, majlis ini adalah lembaga untuk belajar syair, dan sering dipakai untuk kontes para ahli syair. - Majlis al-Adab, majlis ini adalah tempat untuk membahas masalah adab yang meliputi puisi, silsilah, dan laporan bersejarah bagi orang-orang yang terkenal. - Majlis al-Fatwa dan al-Nazar, majlis ini merupakan sarana pertemuan untuk mencari keputusan suatu masalah dibidang hokum kemudian difatwakan. Disebut juga majlis al-Nazar karena karakteristik majlis ini adalah perdebatan antara ulama fiqih atau hukum Islam. e. Masjid Semenjak berdirinya pada masa Nabi Muhammad Saw, masjid telah menjadi pusat kegiatan dan informasi berbagai masalah kaum Muslimin, baik yang menyangkut pendidikan maupun sosial ekonomi. Namun yang lebih penting adalah sebagai lembaga pendidikan. Sebagai lembaga pendidikan masjid pada awal perkembangannya dipakai sebagai sarana informasi dan penyampaian doktrin ajaran Islam.[12] Perkembangan masjid sangat signifikan dengan perkembangan yang terjadi di masyarakat. Terlebih lagi pada saat masyarakat Islam mengalami kemajuan, urgensi masyarakat kepada mesjid menjadi sangat kompleks. Hal ini menyebabkan karakteristik masjid berkembang menjadi dua bentuk, yaitu masjid tempat shalat Jum’at atau jami’ dan masjid biasa.[13] Jumlah jami lebih sedikit dibanding dengan jumlah masjid. Di Baghdad hanya ada 6 jami, sedangkan masjid jumlahnya mencapai ratusan, demikian juga di Damaskus, sedikit sekali jumlah jami dari pada masjid. Namun di Cairo jumlah jami cukup banyak. Jami maupun masjid keduanya digunakan untuk penyelenggaraan pendidikan Islam. Namun jami memiliki halaqah-halaqah, majlis-majlis dan zawiyah-zawiyah (menurut Abdul Fajar, zawiyah sama dengan kuttab dalam hal pendidikan dasar, namun muatan kurikulum lebih tinggi karena memasukan pendidikan moral dan spiritual atau tasawuf). Ada perbedaan penting antara jami dengan masjid. Jami dikelola dibawah otoritas penguasa atau khalifah memiliki otoritas yang kuat dalam hal pengelolaan seluruh aktivitas jami, seperti kurikulum tenaga pengajar, pembiayaan dan lain-lain. Sementara masjid tidak berhubungan dengan kekuasaan. Namun demikian, baik jami maupun masjid termasuk lembaga pendidikan setingkat college. Kurikulum pendidikan di masjid biasanya merupakan tumpuan pemerintah untuk memperoleh pejabat-pejabat pemerintah, seperti qadhi, khotib, dan imam masjid. Melihat kaitan antara masjid dan kekuasaan dalam hal ini dapat dikatakan bahwa masjid merupakan lembaga pendidikan formal.[14] f. Khan Khan biasanya difungsikan sebagai penyimpanan barang-barang dalam jumlah besar atau sebagai sarana komersial yang banyak memiliki toko, seperti khan al-Narsi yang berlokasi di alun-alun Karkh di Baghdad. Selain itu, khan juga berfungsi sebagai asrama untuk murid-murid dari luar kota yang hendak belajar hukum Islam pada suatu masjid, seperti khan yang dibangun oleh Di’lij ibn Ahmad ibn Di’lij di Suwaiqat Ghalib dekat makam Suraij. Disamping fungsi itu, khan juga digunakan sebagai sarana untuk belajar privat. g. Ribath Ribath adalah tempat kegiatan kaum sufi yang ingin menjauhkan diri dari kehidupan duniawi dan mengkonsentrasikan diri untuk semata-mata ibadah. Juga memberikan perhatian terhadap kegiatan keilmuan yang dipimpin oleh seorang syaikh yang terkenal dengan ilmu dan kesalehannya. h. Rumah-rumah Ulama Rumah sebenarnya bukan tempat yang nyaman untuk kegiatan belajar mengajar. Namun para ulama dizaman klasik (bani Umayyah dan bani Abbasiyah) banyak yang mempergunakan rumahnya secara ikhlas untuk kegiatan belajar mengajar dan pengembangan ilmu pengetahuan. Hal ini umumnya disebabkan karena ulama yang bersangkutan tidak memungkinkan memberikan pelajaran di masjid, sedangkan para pelajar banyak yang berniat untuk mempelajari ilmu darinya[15]. i. Toko-toko Buku dan perpustakaan Toko-toko buku memiliki peranan penting dalam kegiatan keilmuan Islam. Pada awalnya memang hanya menjual buku-buku, tapi berikutnya menjadi sarana untuk berdiskusi dan berdebat, bahkan pertemuan rutin sering dilaksanakan disitu. Disamping toko buku, perpustakaan juga memiliki peranan penting dalam kegiatan transmisi keilmuan islam. j. Rumah Sakit Rumah sakit pada masa bani Umayyah bukan hanya berfungsi sebagai tempat merawat dan mengobati orang-orang sakit, tetapi juga mendidik tenaga-tenaga yang berhubungan dengan perawatan dan pengobatan. Pada masa itu, penelitian dan percobaan dalam bidang kedokteran dan obat-obatan juga dilaksanakan sehingga ilmu kedokteran dan obat-obatan berkembang cukup pesat. k. Badiah (Padang Pasir, Dusun Tempat Tinggal Badawi) Semenjak berkembang luasnya Islam, bahasa Arab banyak digunakan sebagai bahasa pengantar oleh bangsa-bangsa diluar Arab yang beragama Islam. Namun, bahasa Arab disitu cenderung kehilangan keaslian dan kemurniannya, karena mereka kurang fasih melafazkannya dan kurang memahami kaidah-kaidah bahasa Arab, sehingga bahasa Arab menjadhi bahasa pasaran. Namun tidak demikian halnya dibadiah-badiah, mereka tetep mempertahankan keaslian dan kemurnian bahasa Arab. Dengan demikian badiah-badiah ini merupakan sumber bahasa Arab yang asli dan murni. Oleh karena itu, badiah-badiah menjadi pusat untuk sumber belajar pelajaran bahasa Arab yang asli dan murni, sehingga banyak anak-anak khalifah, ulama-ulama dan para ahli ilmu pengetahuan pergi ke badiah-badiah dalam rangka mempelajari ilmu bahasa kesusastraan Arab. Dengan begitu, badiah-badiah telah berfungsi sebagai lembaga pendidikan. 2. Kurikulum Pendidikan Islam pada Masa Bani Umayyah Runtuhnya kerajaan Romawi pada abad ke-5 M merupakan awal dari “zaman pertengahan yang gelap”, yaitu ketika Eropa mengalami kemunduran peradaban. Sementara di timur (negeri-negeri Islam) peradaban mengalami kemajuan yang sangat pesat. Sehingga Islam selama kurang lebih 5 abad menjadi mercusuar dunia dalam segala aspek. Di antara penyebab kemajuan tersebut adalah adanya asimilasi budaya antar bangsa. Fanatisme ke-arab-an yang melekat pada zaman sebelum bani Umayyah mulai ditinggalkan dan diganti dengan prinsip egaliterisme dalam segala aspek dengan diperkuat dasar-dasar agama sebagai sendi Negara. Pada masa dinasti Umayyah pola pendidikan bersifat desentrasi,. Kajian ilmu yang ada pada periode ini berpusat di Damaskus, Kufah, Mekkah, Madinah, Mesir, Cordova dan beberapa kota lainnya, seperti: Basrah dan Kuffah (Irak), Damsyik dan Palestina (Syam), Fistat (Mesir). Pada masa bani Umayyah, pakar pendidikan Islam menggunakan kata Al-Maddah untuk pengertian kurikulum. Karena pada masa itu kurikulum lebih identik dengan serangkaian mata pelajaran yang harus diberikan pada murid dalam tingkat tertentu. Sejalan dengan perjalanan waktu pengertian kurikulum mulai berkembang dan cakupannya lebih luas, yaitu mencakup segala aspek yang mempengaruhi pribadi siswa. Kurikulum dalam pengertian yang modern ini mencakup tujuan, mata pelajaran, proses belajar dan mengajar serta evaluasi. Berikut ini adalah macam-macam kurikulum yang berkembang pada masa bani Umayyah: a. Kurikulum Pendidikan Rendah Terdapat kesukaran ketika ingin membatasi mata pelajaran-mata pelajaran yang membentuk kurikulum untuk semua tingkat pendidikan yang bermacam-macam. Pertama, karena tidak adanya kurikulum yang terbatas, baik untuk tingkat rendah maupun untuk tingkat penghabisan, kecuali Alquran yang terdapat pada kurikulum. Kedua, kesukaran diantara membedakan fase-fase pendidikan dan lamanya belajar karena tidak ada masa tertentu yang mengikat murid-murid untuk belajar pada setiap lembaga pendidikan. Sebelum berdirinya madrasah, tidak ada tingkatan dalam pendidikan Islam, tetapi tidak hanya satu tingkat yang bermula di kuttab dan berakhir di diskusi halaqah.[16] Tidak ada kurikulum khusus yang diikuti oleh seluruh umat Islam. Dilembaga kuttab biasanya diajarkan membaca dan menulis disamping Alquran. Kadang diajarkan bahasa, nahwu, dan arudh.[17] Umumnya pelajaran diberikan guru kepada murid-murid seorang demi seorang. Baik di Kuttab atau di Masjid pada tingkat menengah. Pada tingkat tinggi pelajaran diberikan oleh guru dalam satu halaqah yang dihadiri oleh pelajar bersama-sama. Ilmu-ilmu yang diajarkan pada Kuttab pada mula-mulanya adalah dalam keadaan sederhana, yaitu: belajar membaca dan menulis, membaca Al-Qur’an dan menghafalnya, belajar pokok-pokok agama Islam, seperti cara wudhu, shalat, puasa dan sebagainya. Ilmu-ilmu yang diajarkan pada tingkat menengah dan tinggi terdiri dari: Al-Qur’an dan tafsirannya, hadis dan mengumpulkannya, serta fiqih (tasri’). b. Kurikulum Pendidikan Tinggi Kurikulum pendidikan tinggi (halaqah) bervariasi tergantung pada syaikh yang mau mengajar. Para mahasiswa tidak terikat untuk mempelajari mata pelajaran tertentu, demikian juga guru tidak mewajibkan kepada mahasiswa untuk mengikuti kurikulum tertentu. Mahasiswa bebas untuk mengikuti pelajaran di sebuah halaqah dan berpindah dari sebuah halaqah ke halaqah yang lain, bahkan dari satu kota ke kota lain. Menurut Rahman, pendidikan jenis ini disebut pendidikan orang dewasa karena diberikan kepada orang banyak yang tujuan utamanya adalah untuk mengajarkan mereka mengenai Alquran dan agama.[18] Kurikulum pendidikan tingkat ini dibagi kepada dua jurusan, jurusan ilmu-ilmu agama (al-ulum al-naqliyah) dan jurusan ilmu pengetahuan (al-ulum al-aqliyah). Kedua macam kurikulum ini sejalan dengan dua masa transisi penting dalam perkembangan pemikiran Islam. Kurikulum pertama adalah sejalan dengan fase dimana dunia Islam mempersiapkan diri untuk mendalami agama, menyiarkan dan mempertahankannya. Namun perhatian pada agama ini tidaklah terbatas pada ilmu agama an sich, tetrapi dilengkapi juga dengan ilmu-ilmu bahasa, ilmu sejarah, hadits dan tafsir. Menurut Mahmud Yunus, kurikulum jurusan ini adalah tafsir Alquran, hadits, fiqih dan ushul fiqih, nahwu saraf, balaghah, bahasa dan sastranya.[19] Kurikulum kedua, yaitu kurikulum ilmu pengetahuan. Ia merupakan cirri khas fase kedua perkembangan pemikiran umat Islam, yaitu ketika umat Islam mulai bersentuhan dengan pemikiran Yunani, Persia dan India. Menurut Mahmud Yunus, kurikulum untuk pendidikan jenis ini mantiq, ilmu alam dan kimia, music, ilmu-ilmu pasti, ilmu-ilmu ukur, ilmu-ilmu falak, ketuhanan, ilmu hewan, ilmu tumbuh-tumbuhan dan kedokteran. Ikhwan Al-Shafa mengklasifikasikan ilmu-ilmu umum kepada: - Disiplin-disiplin umum: tulis-baca, arti kata dan gramatika, ilmu hitung, sastra (sajak dan puisi) ilmu tentang tanda-tanda dan isyarat, ilmu sihir dan jimat, kimia, sulap, dagang, dan keterampilan tangan, jual beli, komersial, pertanian dan perternakan, serta biografi dan kisah.[20] - Ilmu-ilmu Filosofis: matematika, logika, ilmu angka-angka, geometri, astronomi, music, aritmatika, dan hokum-hukum geometri, ilmu-ilmu alam dan antropologi zat, bentuk, ruang, waktu dan gerakan kosmologi produksi, peleburan, dan elemen-elemen meterologi dan minerologi, esensi alam dan manifestasinya, botani, zoology, anatomi dan antropologi, persepsi inderawi, embriologi, manusia sebagai mikro kosmos, perkembangan jiwa (evolusi psikologis), tubuh dan jiwa, perbedaan bahasa-bahasa (filologi), psikologi, teologi-doktrin esoteris Islam, susunan dan spiritual, serta ilmu-ilmu alam ghaib. Masuknya ilmu-ilmu asing yang berasal dri tradisi Hellenistik ke dalam kurikulum pendidikan Islam bukan merupakan bagian dari pendidikan yang ditawarkan dimasjid, tetapi dilakukan di halaqah-halaqah pribadi atau juga di perpustakaan-perpustakaan, seperti Dar al-Hikmah, dan Bait al-Hikmah. Syalabi menggambarkan bagaimana giatnya umat Islam mengadakan penelitian, penerjemahan, diskusi dalam berbagai aspek di kedua lembaga tersebut. 3. Pendidik (guru) Pada Masa Bani Umayyah Dalam pendidikan Islam, guru mempunyai tugas dan tanggung jawab yang berat sekaligus mulia. Keberhasilan seorang guru dalam mengemban tugasnya, baik sebai murabbi maupun sebagai agen perubahan dalam masyarakat sangat dipengaruhi oleh kualifikasi dan kompetensi yang mereka miliki. a. Kompetensi Mengajar Guru Pada Masa Bani Umayyah Menurut Mas’ud Khasan Abdul Qohar (1990: 129) Kompetensi adalah kekuasaan, wewenang atau hak yang didasarkan pada peraturan tertentu. Sedangkan kompetensi mengajar menurut Uzer Utsman (1992) adalah wewenang guru untuk melaksanakan tugas mengajar berdasarkan persyaratan-persyaratan tertentu, diantaranya adalah syarat yang berkaitan dengan fisik dan nonfisik. Menurut Al-Qosqosamdi (dalam Nur Uhbiyati, 1997; 83) bahwa syarat untuk bisa menjadi seorang guru pada masa kekhalifahan bani Umayyah secara umum dapat digolongkan ke dalam 2 syarat: § Syarat Fisik: bentuk badannya bagus, manis muka (selalu berseri-seri), lebar dahinya dan bermuka bersih. § Syarat Psikis: berakal sehat, hatinya beradab, tajam pemahamannya, adil terhadap siswa, bersifat perwira, sabar dan tidak mudah marah, bila berbicara menggambarkan keluasan ilmunya, perkataannya jelas dan mudah dipahami, dapat memilih perkataan yang baik dan mulia, serta menjauhi perbuatan yang tidak terpuji. b. Pranata Sosial Guru Menurut Al-Jahiz (dalam Ziauddin Alavi, 1988: 69) guru dapat dklasifikasikan kedalam 3 golongan adalah: · Guru-guru yang mengajar sekolah kanak-kanak (mu’allim al-kuttab), para mu’allim kuttab (guru sekolah anak-anak) mempunyai status sosial yang rendah. Hal ini disebabkan oleh kualitas keilmuan mereka yang dangkal dan kurang berbobot. Namun tidak semua demikian, ada sebagian diantara mereka yang ahli di bidang sastra, ahli khat dan fuqaha. Mereka inilah golongan guru muallim al-kuttab yang dihormati dan dihargai seperti: Al-Hajaja, Al-Kumait, Abdil hamid Al-Katib, Atha bin Rabah dan lain-lain. · Para guru yang mengajar para putra mahkota (Muaddib), berbeda dengan muallim al-kuttab, para muaddib mempunyai status sosial yang tinggi, bahkan tidak sedikit para ulama yang mendapat kesempatan untuk menjadi muaddib. Hal ini disebabkan karena untuk menjadi muaddib diperlukan beberapa syarat, di antaranya adalah alim, berakhlak mulia, dan dikenal masyarakat. · Para guru yang memberikan pelajaran di masjid-masjid dan sekolah-sekolah, guru-guru dari golongan ini telah beruntung mendapat kehormatan dan penghargaan yang tinggi di hadapan masyarakat.[21] Hal ini disebabkan penguasa mereka terhadap ilmu pengetahuan yang begit mendalam (rasikh) dan berbobot. Di antara mereka adalah guru ilmu syariat, ilmu bahasa, ilmu pasti dan sebagainya. Terdapat beberapa guru dari golongan ini yang terkenal di kalangan masyarakat, diantaranya adalah Abul Aswad Ad-Duali, Hasan Al-Basri, Abu Wadaah, Syuraik Al-Qadhi, Muhamad ibn Al-Hasan, Ahmad ibnu Abi Dawud, dan lain sebagainya. Guru-guru pada masa ini selalu dikelilingi oleh para siswa yang datang dari berbagai pelosok wilayah dunia yang bertujuan mendengarkan langsung kajian yang dibawakan gurunya. Sudah menjadi tradisi Islam pada masa klasik (Umayyah-Abbasiyah) bahwa guru tidak pernah kapan murid harus selesai belajar kepadanya, kecuali ia telah meny elesaikan kitab yang dikajinya (khatam). Murid diberi kebebasan untuk belajar kepada siapa saja dan kapan saja, bahkan guru tidak pernah menawarkan pelajaran secara khusus yang harus diselesaikan oleh murid pada waktu tertentu. Guru pada masa bani Umayyah memegang peranan yang penting dalam proses pendidikan anak, mulai dari menentukan perencanaan sampai melaksanakannya. Oleh sebab itu, tidak mengherankan apabila pada masa ini disebut dengan teacher oriented. Selain itu, guru pada masa ini secara teratur sudah melaksanakan tugas dan memberikan secara sungguh-sungguh dan memperlakukan murid secara adil tanpa ada diskriminasi. 4. Peserta Didik (Murid) Pada Masa Bani Umayyah Anak didik merupakan salah satu dari komponen pendidikan yang berpengaruh terhadap pencapaian tujuan pendidikan. Tanpa anak didik, pengajaran tidak akan terjadi. Istilah yang sering digunakan untuk menunjukkan term student (siswa); yaitu tilmidh, (jamak talamidh, talamidha) yang berarti murid, dan talib (seeker of knowledge), (jamak talaba, tullab) yang berarti orang yang menuntut ilmu-ilmu (agama), pelajar atau mahasiswa. a. Pengertian dan Batasan Murid Murid adalah anak yang sedang berguru, yang memperoleh pendidikn dasar dari satu lembaga pendidikan. Di awal perkembangan Islam, para penuntut ilmu tidak ada perbedaan. Ketika Rasulullah masih hidup, semua sahabat diberi kesempatan yang sama untuk mendapatkan pengetahuan dan pengalaman tentang ajaran Islam dari Rasulullah Saw. Dalam perkembangan selanjutnya, kaum Muslim memerlukan tempat khusus untuk kegiatan belajar anak-anak mereka. Mereka menjadikan kuttab sebagai tempat pendidikan dasar.[22] Di kuttab para murid mendapatkan pengajaran berupa keterampilan dasar, seperti membaca dan menulis Alquran dan dasar-dasar agama.[23] Menurut Hudgson, pendidikan tingkat dasar adalah tempat bagi murid untuk belajar membaca dan menulis. Sementara menurut Stanton, pada abad pertama hijriyah, pelajaran di sekolah tingkat rendah difokuskan pada menulis dan membaca. Kemudian pada abad berikutnya, pelajaran berkembang dengan diajarkan ilmu keagamaan, aritmatika, tata bahasa, syair dan sejarah. Pada masa ini, tidak ada ketentuan pasti tentang batasan umur bagi seseorang yang mau belajar di kuttab. Para murid yang masuk kedalam pendidikan dasar ini bervariasi. Ada murid yang memasuki kuttab berumur lima tahun, ada yang berumur tujuh tahun, bahkan ada yang berumur sepuluh tahun. Bervariasinya umur murid yang memasuki kuttab, tampaknya terkait dengan kesiapan mereka. Kesiapan itu bukan saja dari segi fisik dan mental, tetapi juga dari segi ekonomi. b. Biaya dan Lama Belajar Biaya selama di kuttab pada dasarnya dibebankan kepada keluarga murid. Orang tua murid membayar dengan sejumlah uang yang dibayar pada setiap minggu dan setiap bulan. Terkadang pembayaran itu dilakukan dengan sejumlah bahan makanan sebagai pengganti uang.[24] Bagi murid yang berasal dari keluarga miskin, diberi kesempatan belajar secara cuma-cuma.[25] Selain itu ada juga orang tua murid yang menitipkan anaknya kepada seorang guru, dan untuk biaya selama anaknya belajar, dia memberikan kepada guru tersebut sejumlah harta/biaya. Lama belajar di kuttab tergantung pada kemampuan anak didik. Murid yang cerdas dan rajin dapat menyelesaikan belajarnya dalam waktu relative singkat. Sebaliknya, anak yang kurang cerdas dan malas memakan waktu agak lama untuk menyelesaikan pelajaran. Meskipn demikian umumnya masa belajar di kuttab kurang lebih lima tahun.[26] Ukuran yang dijadikan dasar untuk kelulusan adalah murid menghafal Alquran. c. Keadaan Murid Menurut Mahmud Yunus, para murid di kuttab belajar enam hari dalam seminggu. Belajar dimulai pada hari sabtu dan berakhir pada hari kamis, waktu belajar dimulai pagi hari dan berakhir setelah selesai shalat Ashar. Biasanya setelah selesai shalat zuhur para murid pulang ke rumah untuk makan. Dari uraian tersebut, dapat dikatakan bahwa para murid pada siang hari lebih banyak bergaul dengan guru dan para murid lainnya di kuttab. Adapun murid yng berada dalam pemeliharaan seorang guru, pergaulannya dengan seorang guru lebih lama dan murid-murid lain harus pulang ke rumah setelah pelajaran selesai. Karena itu dapat diasumsikan bahwa guru yang mengajar di kuttab adalah orang yang terdekat selain orang tua. 5. Pendanaan Pendidikan Islam Pada Masa Bani Umayyah Kelangsungan kegiatan suatu lembaga pendidikan terkait dengan bermacam faktor. Dana adalah salah satunya dan dianggap persoalan penting bagi keberlangsungan suatu lembaga pendidikan agar berbagai aktivitas dapat dialkukan dengan semangat yang tinggi dan lebih beragam, sehingga diharapkan dapat menghasilkan output yang berbobot. a. Sumber Biaya Pendidikan Pada Masa Bani Umayyah § Subsidi Pemerintah/Negara Para penguasa dan pemimpin Muslim memiliki perhatian yang besar terhadap ilmu pengetahuan sejak masa khulafaur Rasyidin. Mereka mendirikan dan menghidupi berbagai sarana penunjang ilmu pengetahuan dan pendidikan, termasuk lembaga-lembaganya. As-Suffah yang menjadi model pendidikan Islam ketika nabi berada di Madinah tersebar keluar madinah tersebar luas keluar madinah sejalan dengan persebaran masjid. Di daerah-daerah baru pada masa bani Umayyah dimana bahasa Arab bukan bahasa pertama dan Alquran belm dikenal, pembangunan lembaga pendidikan Islam, seperti kuttab dan masjid menjadi tujuan utama para khalifah dan gubernur, sehingga biaya pembangunan ditanggung pemerintah. Banyak sekali dana yang dialokasikan untuk mendirikan dan memelihara sekolah-sekolah ini dengan cara memberikan beasiswa yang besar kepada murid yang berhak menerimanya. § Wakaf Wakaf merupakan bagian dari ibadah dan hukum Islam yang berkaitan dengan barang benda. Sebagai bagian dari sistem pendanaan pendidikan, wakaf menjadi semacam lembaga yang terorganisir dengan baik dan menjadi mode pada masa keemasan peradaban Islam (pada masa bani Abbasiyah). Pemberian wakaf tampaknya memiliki kekuasaan yang luas dan otoritas yang kuat dalam menentukan segala sesuatu berdasarkan dokumen wakaf yang di buat secara formal. Dokumen ini menggambarkan materi kekayaan yang menjadi wakaf dan mencantumkan cara penggunaan uang yang dihasilkan dari investasi penyewaan atau penjualan aset tersebut. Di dalamnya pemberi wakaf dapat menetapkan criteria syaikh dan pengajar yang harus dipenuhi, kurikulum yang digunakan bahkan madhab yang dianut. Disamping itu pemberi wakap menentukan satu atau beberapa orang yang bertanggung jawab untuk mengelola wakaf tersebut. Walau demikian, dokumen wakaf dibuat sangat hati-hati karena tidak boleh diubah setelah ditanda tangani. Pemberi wakaf pun tidak boleh mengambil sedikit juga aset atau penghasilan wakaf tersebut. Karena wakaf ini kebanyakan merupakan aset ekonomi yang berjalan, seperti tanah pertanian, rumah, toko, kebun, kantor dagang, pabrik, pasar, dan sebagainya, dana yang dihasilkan akan bervariasi sesuai dengan kondisi pada waktu itu. Oleh karenanya, tingkat kehidupan para pelajar dan pengajar yang di biayai oleh hasil wakaf berubah-rubah dari waktu ke waktu. Walau begitu peran wakaf sangat membantu pelaksanaan pendidikan. Dengan wakaf, umat Islam mendapatkan kemudahan dalam menuntut ilmu. Para pelajar dan orang tua tidak terbebani dengan berbagai macam biaya yang diambil untuk kegiatan pendidikan. Contoh lembaga-lembaga pendidikan yang dihidupi oleh sistem wakaf ini sangat banyak sekali ketika masa Islam klasik. Badr ibn Hasanawaih Al-Kurdi, seorang bangsawan kaya yang menjadi gubernur, mendirikan 3000 masjid dengan akademi didalamnya. Masing-masing masjid memiliki asrama (Masjid khan), pembiayaannya berasal dari wakaf. Wakaf Abdul Latief Al-Mansyur berupa pondok dan toko untuk lima orang anak yatim serta pengajarnya, mereka belajar membaca dan menghafal Alquran. § Orang Tua Biaya pendidikan yang bersumber dari orang tua ini bervariasi dan sangat fleksibel tergantung pada kondisi orang tua murid. Biaya ini juga mereflesikan kemajuan siswa. Sebab, disamping biaya pendaftaran, biaya tambahan akan diambil ketika siswa telah menyelesaikan suatu paket tertentu dari pelajaran, ditambah sumbangan-sumbangan nonfinansial, seperti bahan pangan dan sandang sesuai dengan keadaan keluarga siswa tersebut. Biaya pendidikan agama tidak pernah diadakan, kecuali sedikit jika materi pelajaran ditambah dengan pendidikan nonkeagamaan, seperti tata bahasa dan menulis. Hal ini didasarkan pada anggapan penyebaran misi ilahi dilakukan dengan ikhlas. Biaya pendidikan nonagama berbeda-beda, berkisar antara 500 sampai 1000 dirham pertahun. Kadang-kadang pembayaran dilakukan dengan sejumlah bahan makanan sebagai pengganti uang yang dibayar setiap minggu atau setiap bulan. Orang tua yang berasal dari kalangan elit bangsawan atau hartawan, tentu akan mengeluarkan harta yang lebih banyak, ditambah dengan berbagai fasilitas lain, seperti tambahan buku-buku dan perlengkapan lainnya. § Siswa Seorang ilmuan yang mengajar dimasjid atau lembaga pendidikan lain diperbolehkan memungut uang dari siswanya. Biasanya jumlahnya disepakati antara guru dan siswa tersebut serta dibayar pada masa awal belajar. Ibrahim Al-Zadjdjadi misalnya, memperoleh uang dari pekerjaannya sebanyak 1,5 dirham tiap hari. Kemudian ia pergi kepada Al-Mubarrid dan membayar honornya sejumlah dua pertiga dari penghasilannya tersebut, ditambah syarat lain, yaitu 1 dirham setiap hari sampai maut memisahkan mereka. Para penuntut ilmu yang berasal dari keluarga tidak mampu atau belajar atas inisiatif sendiri sering bekerja ditengah-tengah masyarakat untuk membiayai pendidikannya. Pekerjaan yang mereka lakukan bervariasi tergantung kesempatan dan kebutuhan mereka. Ada juga pelajar tidak tetap yang terdiri dari pekerja. Orang-orang ini sendiri menaggung biaya pendidikan yang diperlukan. § Sumber Lain/Perorangan Pandangan ilmu agama, terutama Alquran harus diajarkan kepada orang lain sebagai bentuk ibadah mendorong para pengajarnya tidak meminta dan menerima bantuan financial dari siapa pun. Mereka berusaha untuk membiayai kegiatan pendidikan dan kehidupannya hanya dari hasil keringat sendiri diluar pekerjaan mengajar. Abu Al-Abbas Al-Ashamm, salah seorang ulama besar dan ahli hadis di Khurasan tidak mau menerima upah ketika mengajarkan hadits. Beliau memenuhi kebutuhan hidupnya dari hasil usaha sendiri.[27] Literatur Arab menceritakan banyak sekali cerita-cerita yang menggambarkan bahwa para pengajar dan pendidik yang miskin sekalipun duduk memberikan pelajaran kepada masyarakat tanpa mengharapkan bayaran sedikit pun. Kamaluddin Abu Al-Barakat Al-Anbary, seorang ahli fiqih dan nahwu, misalnya senantiasa membukakan pintu rumahnya bagi para penuntut ilmu, semata-mata karena Allah. Bahkan guru-guru yang mengajar kanak-kanak pun tidak menerima bayaran apa-apa seperti Al-Dhahak ibn Muzahim dan Abdullah ibn Harits, bahkan mereka bersedia membiayai sendiri kegiatan pendidikan tersebut. Di samping para pengajar yang mempunyai keinginan dan kesadaran diatas, banyak para hartawan dan dermawan yang mengeluarkan sejumlah dana untuk membiayai berbagai lembaga pendidikan dan kegiatannya. b. Pola Pengelolaan Dana Pendidikan § Sentralisasi Yang dimaksud dengan sentralisasi di sini adalah dana pendidikan direncanakan dan dikelola oleh birokrat atau pemegang otoritas kekuasaan, bukan lembaga pendidikan yang bersangkutan. Sejarah pendidikan Islam yang panjang menunjukan bahwa lembaga-lembaga pendidikan formal yang didanai oleh Negara, tidak memiliki otoritas untuk untuk mengatur sumber keuangan yang memang tidak dimilikinya. Semua keperluan pendidikan akan dipenuhi oleh pemerintah melalui khas Negara atau Bait Al-Mal. Sehingga, nafas kehidupan lembaga endidikan tersebut akan mengembang atau mengempis sesuai dengan kebijakan pemerintah terhadap sector pendidikan. § Desentralisasi Sistem desentralisasi keuangan pendidikan merupakan pola manajemen keuangan pendidikan yang bukan hanya berorientasi pada kebutuhan rill lembaga tersebut dalam segala perubahannya, tapi juga pengelolaannya tidak memiliki otoritas mutlak dalam kerjanya (fleksibel dan partisipatif). Pola ini dapat dibagi menjadi 2 (dua), yaitu: - Tradisional Dalam corak ini, biaya yang diperoleh biasanya dipakai tanpa perencanaan yang jelas dan jauh terarah. Berbagai keperluan operasional pendidikan akan dapat terpenuhi ketika ada pemasukan dari sumber-sumber biaya, seperti orang tua siswa, murid, dermawan, atau pengajar itu sendiri. Tatkala sumber-sumber biaya tersebut kering, maka tertahanlah berbagai kebutuhan pendidikan itu. Lembaga-lembaga pendidikan nonformal banyak yang memakai pola pengelolaan desentralisasi dengan corak ini. Kuttab yang tersebar di berbagai macam lokasi misalnya, banyak yang diselenggarakan secara sederhana tanpa campur tangan pemerintah dengan roti sebagai pemasukan ditambah sedikit uang pada masa khatam Alquran. Para ulama yang menjadikan rumahnya sebagai tempat belajar pun tidak pernah mengelola input sukarela ditangannya dengan perencanaan dan manajemen yang terarah. Ia hanya akan memenuhi kepentingan operasional pendidikannya saat itu dengan dana yang tersedia, atau ditambah dengan dana dari kantongnya sendiri maupun tambahan yang dicari. - Non-Tradisional Corak ini merupakan antisintesis corak tradisional. Dana yang masuk dikelola melalui rencana yang terarah sesuai kondisi lembaga pendidikan bersangkutan dan oleh penyelenggara lembaga pendidikan tersebut. Sistem wakaf dapat menjadi contoh corak ini. Jika dalam dokumennya pemberi wakaf tidak mengharuskan dirinya, keluarganya, atau orang-orang tertentu diluar penyelenggara lembaga pendidikan tersebutsebagai pengelola wakaf, juga ketentuan-ketentuan ketat pengguna hasil dana wakaf yang tidak fleksibel hingga tidak sesuai dengan berbagai perubahan kondisi lembaga pendidikan tersebut. sumber: http://uusahmadhusaini.blogspot.com/2011/11/sistem-pendidikan-islam-pada-masa-bani.html [1] Hanafi, Ahmad, MA, Pengantar Theologi Islam, Jakarta: Al-Husna Zikra, 2001. Hal 63. [2] Abbas, Sirajuddin, KH. I’tiqad Ahlus Sunnah Wal Jama’ah, Jakarta: Pustaka Tarbiyah Baru, 2008. Hal 216. [3] Yatim, Badri, Drs. H. MA. Historiografi Islam, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997. Hal 79. [4] M. Ayoub, Mahmoud, The Crisis of Muslim History, Bandung: Mizan, 2004. Hal 93. [5] Charles Michael Stanton, Higher Learning in Islam: the Classical Period, AD 700-1300, Maryland, 1990, hlm 122. [6] Abuddin Nata (terj.), Pemikiran Pendidikan Islam pada Abad Pertengahan, Canada: Montreal, 2000, hlm. 12. [7] Zuhairini, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 1997, hlm. 89. [8] A. Shalabi, History of Muslim Education, Beirut, 1954, hlm. 16. [9] Abdullah Fajar, Peradaban dan Pendidikan Islam, Jakarta: Rajawali Pers, 1996, hlm. 16. [10] Hanun Asrohah, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: Logos, 1999, hlm. 49. [11] Abudin Nata. Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: Rajawali Pers, 2010, hlm. 35. [12] A. Shalabi, History of Muslim Education, Beirut, 1954, hlm. 47. [13] Hanun Asrohah, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: Logos, 1999, hlm. 57. [14] Hanun Asrohah, op. cit., hlm. 59. [15] A. Shalabi, op. Cit., hlm. 29. [16] Untuk mempermudah pengklasifikasian, penulis menghindar dari polemic apakah kuttab itu pendidikan rendah dan halaqah adalah pendidikan tinggi. Disini kuttab diidentikan dengan pendidikan rendah atau untuk anak-anak dan halaqah sebagai pendidikan tinggi. [17] Hasan Langgulung, Asas-asas Pendidikan Islam, Jakarta: Pustaka Al-Husna, 1992, hlm. 113. [18] Fazlur Rahman, Islam, Bandung: Penerbit Pustaka, 1994, hlm. 264. [19] Zuharini, op. cit., hlm. 104. [20] Mehdi Nakoosten, Kontribusi Islam atas Dunia Intelektual Barat: Deskriftif Analisis Abad Keemasan Islam, Surabaya: Risalah Gusti, 1996, hlm. 73. [21] Mahmud Yunus. Sejarah Pendidikan Islam. 1990. Hlm. 128. [22] Hasan Langgulung, op. cit., hlm. 111. [23] Ali Al-Jumbulati, Perbandingan Pendidikan Islam, Jakarta: Rineka Cipta, 1994, hlm. 111. [24] Ahmad Sjalaby, Sejarah Pendidikan Islam, ter. Muchtar Yahya dan Sanusi Latief, Jakarta: Bulan Bintang, 1973, hlm. 231. [25] Asma Hasan Fahmi, Sejarah dan Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1979, hlm. 32. [26] Mahmud Yunus, op. cit., hlm. 47. [27] Ahmad Syalabi, op. cit., hlm. 223.

Rabu, 06 Maret 2013

20 sunnah Rossul yang sering di lupakan

Sunnah adalah segala sesuatu yang diriwayatkan dari Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam baik perkataan, perbuatan, ataupun persetujuan. Sunnat pula berarti sesuatu yang pelakunya mendapat pahala dan tidak ada dosa bagi yang meninggalkannya. Di antara perbuatan sunnah yang jarang dilakukan kaum muslimin adalah sebagai berikut: 1. Mendahulukan Kaki Kanan Saat Memakai Sandal Dan Kaki Kiri Saat Melepasnya Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, “Jika kalian memakai sandal maka dahulukanlah kaki kanan, dan jika melepaskannya, maka dahulukanlah kaki kiri. Jika memakainya maka hendaklah memakai keduanya atau tidak memakai keduanya sama sekali.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim) 2. Menjaga Dan Memelihara Wudhu Diriwayatkan dari Tsauban Radhiyallahu Anhu bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, “Istiqamahlah (konsistenlah) kalian semua (dalam menjalankan perintah Allah) dan kalian tidak akan pernah dapat menghitung pahala yang akan Allah berikan. Ketahuilah bahwa sebaik-baik perbuatan adalah shalat, dan tidak ada yang selalu memelihara wudhunya kecuali seorang mukmin.” (HR. Ahmad dan Ibnu Majah) 3. Bersiwak (Menggosok Gigi dengan Kayu Siwak) Diriwayatkan dari Aisyah Radhiyallahu Anha bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, “Siwak dapat membersihkan mulut dan sarana untuk mendapatkan ridha Allah.” (HR. Ahmad dan An-Nasa`i) Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam juga bersabda, “Andaikata tidak memberatkan umatku niscaya aku memerintahkan mereka untuk bersiwak setiap kali hendak shalat.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim) Bersiwak disunnahkan setiap saat, tetapi lebih sunnah lagi saat hendak berwudhu, shalat, membaca Al-Qur`an, saat bau mulut berubah, baik saat berpuasa ataupun tidak, pagi maupun sore, saat bangun tidur, dan hendak memasuki rumah. Bersiwak merupakan perbuatan sunnah yang hampir tidak pernah dilakukan oleh banyak orang, kecuali yang mendapatkan rahmat dari Allah. Untuk itu, wahai saudaraku, belilah kayu siwak untuk dirimu dan keluargamu sehingga kalian bisa menghidupkan sunnah ini kembali dan niscaya kalian akan mendapatkan pahala yang sangat besar. 4. Shalat Istikharah Diriwayatkan dari Jabir Radhiyallahu Anhu bahwa ia berkata, “Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam mengajarkan kepada kita tata cara shalat istikharah untuk segala urusan, sebagaimana beliau mengajarkan surat-surat Al-Qur`an kepada kami.” (HR. Al-Bukhari) Oleh karena itu, lakukanlah shalat ini dan berdoalah dengan doa yang sudah lazim diketahui dalam shalat istikharah. 5. Berkumur-Kumur Dan Menghirup Air dengan Hidung Dalam Satu Cidukan Telapak Tangan Ketika Berwudhu Diriwayatkan dari Abdullah bin Zaid Radhiyallahu Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam berkumur-kumur dan menghirup air dengan hidung secara bersamaan dari satu ciduk air dan itu dilakukan sebanyak tiga kali. (HR. Al-Bukhari dan Muslim) 6. Berwudhu Sebelum Tidur Dan Tidur Dengan Posisi Miring Ke Kanan Diriwayatkan dari Al-Barra’ bin Azib Radhiyallahu Anhu bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, “Jika kamu hendak tidur, maka berwudhulah seperti hendak shalat, kemudian tidurlah dengan posisi miring ke kanan dan bacalah, ‘Ya Allah, Aku pasrahkan jiwa ragaku kepada-Mu, aku serahkan semua urusanku kepada-Mu, aku lindungkan punggungku kepada-Mu, karena cinta sekaligus takut kepada-Mu, tiada tempat berlindung mencari keselamatan dari (murka)-Mu kecuali kepada-Mu, aku beriman dengan kitab yang Engkau turunkan dan dengan nabi yang Engkau utus’. Jika engkau meninggal, maka engkau meninggal dalam keadaan fitrah. Dan usahakanlah doa ini sebagai akhir perkataanmu.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim) 7. Berbuka Puasa Dengan Makanan Ringan Diriwayatkan dari Anas bin Malik Radhiyallahu Anhu, ia berkata, “Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam berbuka puasa sebelum shalat maghrib dengan beberapa kurma basah. Jika tidak ada maka dengan beberapa kurma kering. Jika tidak ada, maka beliau hanya meminum beberapa teguk air.” (HR. Ahmad, Abu Dawud dan At-Tirmidzi) 8. Sujud Syukur Saat Mendapatkan Nikmat Atau Terhindar Dari Bencana Sujud ini hanya sekali dan tidak terikat oleh waktu. Diriwayatkan dari Abu Bakrah Radhiyallahu Anhu ia berkata, “Jika Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam mendapatkan sesuatu yang menyenangkan atau disampaikan kabar gembira maka beliau langsung sujud dalam rangka bersyukur kepada Allah.” (HR. Abu Dawud, At-Tirmidzi dan Ibnu Majah). 9. Tidak Begadang Dan Segera Tidur Selesai Shalat Isya` Hal ini berlaku jika tidak ada keperluan saat begadang. Tetapi jika ada keperluan, seperti belajar, mengobati orang sakit dan lain-lain maka itu diperbolehkan. Dalam hadits shahih dinyatakan bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam tidak suka tidur sebelum shalat isya` dan tidak suka begadang setelah shalat isya`. 10. Mengikuti Bacaan Muadzin Diriwayatkan dari Abdullah bin Amr Radhiyallahu Anhu bahwa dia mendengar Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, “Jika kalian mendengar adzan, maka ucapkanlah seperti yang diucapkan oleh muadzin, kemudian bershalawatlah kepadaku. Barangsiapa yang bershalawat kepadaku, maka Allah akan bershalawat kepadanya sepuluh kali.Kemudian mintakan wasilah untukku, karena wasilah merupakan tempat di surga yang tidak layak kecuali bagi seorang hamba Allah dan aku berharap agar akulah yang mendapatkannya. Barangsiapa yang memintakan wasilah untukku maka ia akan mendapatkan syafaatku (di akhirat kelak).” (HR. Muslim) 11. Berlomba-Lomba Untuk Mengumandangkan Adzan, Bersegera Menuju Shalat, Serta Berupaya Untuk Mendapatkan ShafPertama. Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, “Andaikata umat manusia mengetahui pahala di balik adzan dan berdiri pada shaf pertama kemudian mereka tidak mendapatkan bagian kecuali harus mengadakan undian terlebih dahulu niscaya mereka membuat undian itu. Andaikata mereka mengetahui pahala bergegas menuju masjid untuk melakukan shalat, niscaya mereka akan berlomba-lomba melakukannya. Andaikata mereka mengetahui pahala shalat isya dan subuh secara berjamaah, niscaya mereka datang meskipun dengan merangkak.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim) 12. Meminta Izin Tiga Kali Ketika Bertamu Jika tidak mendapatkan izin dari tuan rumah, maka konsekuensinya anda harus pergi. Namun, banyak sekali orang yang marah-marah jika mereka bertamu tanpa ada perjanjian sebelumnya, lalu pemilik rumah tidak mengizinkannya masuk. Mereka tidak bisa memaklumi, mungkin pemilik rumah memiliki uzur sehingga tidak bisa memberi izin. Allah Ta’ala berfirman, “Dan jika dikatakan kepadamu, “Kembalilah!” Maka (hendaklah) kamu kembali. Itu lebih suci bagimu, dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. An-Nuur: 28) Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, “Adab meminta izin itu hanya tiga kali, jika tidak diizinkan maka seseorang harus pulang.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim) 13. Mengibaskan Seprai Saat Hendak Tidur Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,“Jika kalian hendak tidur, maka hendaknya dia mengambil ujung seprainya, lalu mengibaskannya dengan membaca basmallah, karena dia tidak mengetahui apa yang akan terjadi di atas kasurnya. Jika dia hendak merebahkan tubuhnya, maka hendaknya dia mengambil posisi tidur miring ke kanan dan membaca, “Maha Suci Engkau, ya Allah, Rabbku, dengan-Mu aku merebahkan tubuhku, dan dengan-Mu pula aku mengangkatnya. Jika Engkau menahan nyawaku, maka ampunkanlah ia, dan jika Engkau melepasnya, maka lindungilah ia dengan perlindungan-Mu kepada hamba-hamba-Mu yang shalih.” (HR. Muslim) 14. Meruqyah Diri Dan Keluarga Diriwayatkan dari Aisyah Radhiyallahu Anha bahwa ia berkata, “Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam senantiasa meruqyah dirinya dengan doa-doa perlindungan ketika sakit, yaitu pada sakit yang menyebabkan wafatnya beliau. Saat beliau kritis, akulah yang meruqyah beliau dengan doa tersebut, lalu aku mengusapkan tangannya ke anggota tubuhnya sendiri, karena tangan itu penuh berkah.” (HR. Al-Bukhari) 15. Berdoa Saat Memakai Pakaian Baru Diriwayatkan dari Abu Sa’id Al-Khudri Radhiyallahu Anhu ia berkata, “Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam jika mengenakan pakaian baru, maka beliau menamai pakaian itu dengan namanya, baik itu baju, surban, selendang ataupun jubah, kemudian beliau membaca, “Ya Allah, hanya milik-Mu semua pujian itu, Engkau telah memberiku pakaian, maka aku mohon kepada-Mu kebaikannya dan kebaikan tujuannya dibuat, dan aku berlindung kepada-Mu dari keburukannya dan keburukan tujuannya dibuat.” (HR. Abu Dawud dan At-Tirmidzi) 16. Mengucapkan Salam Kepada Semua Orang Islam Termasuk Anak Kecil Diriwayatkan dari Abdullah bin Amru Radhiyallahu Anhu, ia menceritakan, ”Seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, ‘Apa ciri keislaman seseorang yang paling baik?’Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam menjawab, ‘Kamu memberikan makanan (kepada orang yang membutuhkan) dan mengucapkan salam kepada orang yang kamu kenal dan orang yang tidak kamu kenal.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim) Diriwayatkan dari Anas Radhiyallahu Anhu bahwa ia menuturkan, “Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam berjalan melewati kumpulan anak-anak, lalu beliau mengucapkan salam kepada mereka semua.” (HR. Muslim) 17. Berwudhu Sebelum Mandi Besar (Mandi Junub) Diriwayatkan dari Aisyah Radhiyallahu Anhu, “Jika Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam ingin mandi besar, maka beliau membasuh tangannya terlebih dahulu, lalu berwudhu seperti hendak shalat, kemudian memasukkan jemarinya ke airdan membasuh rambutnya dengan air. Selanjutnya Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam menuangkan air tiga ciduk ke kepalanya dengan menggunakan tangannya, lalu mengguyur semua bagian tubuhnya.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim) 18. Membaca ‘Amin’ Dengan Suara Keras Saat Menjadi Makmum Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, “Jika imam membaca “Amin” maka kalian juga harus membaca “Amin” karena barangsiapa yang bacaan Amin-nya bersamaan dengan bacaan malaikat maka diampunkan dosa-dosanya yang telah berlalu.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim) Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa kaum salafus-shalih mengeraskan bacaan “Amin” sehingga masjid bergemuruh. 19. Mengeraskan Suara Saat Membaca Zikir Setelah Shalat Di dalam kitab Shahih Al-Bukhari disebutkan, “Ibnu Abbas Radhiyallahu Anhuma mengatakan, mengeraskan suara dalam berzikir setelah orang-orang selesai melaksanakan shalat wajib telah ada sejak zaman Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam. Ibnu Abbas juga mengatakan, “Aku mengetahui orang-orang telah selesai melaksanakan shalat karena mendengar zikir mereka.” (HR. Al-Bukhari) Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, “Disunnahkan mengeraskan suara saat membaca tasbih, tahmid dan takbir setelah shalat.” Sunnah ini tidak dilakukan di banyak masjid sehingga tidak dapat dibedakan apakah imam sudah salam atau belum, karena suasananya sepi dan hening. Caranya adalah imam dan makmum mengeraskan bacaan tasbih (Subhanallah), tahmid (Alhamdulillah) dan takbir (Allahu Akbar) secara sendiri-sendiri, bukan satu komando dan satu suara. Adapun mengeraskan suara ketika berzikir dengan satu komando, satu suara dan dipimpin oleh imam maka dalam hal ini terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama. Ada yang mengatakan sunnah secara mutlak, ada yang memandang sunnah dengan syarat-syarat tertentu dan ada pula yang mengatakan bahwa zikir berjamaah adalah perbuatan bid’ah. 20. Membuat Pembatas Saat Sedang Shalat Fardhu Atau Shalat Sunnah Diriwayatkan dari Abu Said al-Kudri Radhiyallahu Anhu bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, “Ketika kalian hendak shalat, maka buatlah pembatas di depannya dan majulah sedikit, dan janganlah membiarkan seseorang lewat di depannya. Jika ada orang yang sengaja lewat di depannya, maka hendaknya dia menghalanginya karena orang itu adalah setan.” (HR. Abu dawud dan Ibnu Majah) Diriwayatkan dari Abdullah bin Umar Radhiyallahu Anhuma, ia berkata, “Rasulullah menancapkan tombak di depannya, lalu shalat di belakang tongkat itu.” (HR. Al-Bukhari) Sunnah ini sering diabaikan, terutama saat melakukan shalat sunnah. Wahai saudaraku! Jadilah seperti orang yang diungkapkan oleh Abdurrahman bin Mahdi, “Aku mendengar Sufyan berkata, ‘Tiada satu hadits pun yang sampai kepadaku kecuali aku mengamalkannya meskipun hanya sekali.” Muslim bin Yasar mengatakan, “Aku pernah melakukan shalat dengan memakai sandal padahal shalat tanpa sandal sangat mudah dilakukan. Aku melakukan itu hanya ingin menjalankan sunnah Rasul Shallallahu Alaihi wa Sallam.” Ibnu Rajab menuturkan, “Orang yang beramal sesuai ajaran Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, meskipun amal itu sangat kecil, maka itu akan lebih baik daripada orang yang beramal tidak sesuai dengan ajaran Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam meskipun dia sangat bersungguh-sungguh.” Ya Allah, jadikanlah kami orang-orang yang mengikuti sunnah rasul-Mu dan mengikuti jejaknya. Ya Allah, kumpulkanlah kami dan kedua orang tua kami bersamanya di surga wahai Tuhan Yang Maha Pengasih Redaktur: Abu Hafsah Sumber: Kitab Arba’una Darsan Liman Adraka Ramadhan karya Syaikh Abdul Malik Bin Muhammad Bin Abdurrahman Al-Qasim http://zamanteman.blogspot.com/2012/12/20-sunnah-rasulullah-saw-yang-sering.html

konsep pendidikan di zaman rosulullah

KONSEP PENDIDIKAN DI ZAMAN RASULULLAH SAW Arti Suciati *) konsep pendidikan di zaman Rasulullah SAW dan para sahabat dalam menata langkah untuk anak-anaknya. Rasulullah SAW mensunnahkan agar para orangtua mengajarkan anaknya untuk mengendarai kuda, berenang dan belajar memanah. Tidak saja dalam arti harfiah, tetapi beberapa pakar menerjemahkan mengendarai kuda adalah mengajarkan anak tentang skill of life. Yaitu memberinya keterampilan atau keahlian. Berenang adalah pelajaran tentang survival of live, bagaimana mendidik anak agar selalu bersemangat, tidak mudah menyerah dan tegar dalam menghadapi masalah. Kemudian memanah adalah mengajarkan anak untuk memiliki thinking of skill, yaitu dapat menentukan target dalam hidupnya. Karena setiap anak adalah “unik”, maka hargailah "keunikannya”. Biarkan anak menekuni hobbynya. Sebagai orang tua kita dapat membuka jalan ke masa depan anak dengan membantu mengembangkan minatnya dan menyusun rencana masa depannya. Dengan demikian diharapkan kemandiriannya akan terbangun dan yakinkan anak akan kemampuannya, sehingga anak tumbuh menjadi percaya diri. Belajar memanah seperti berlatih membangun thinking of skill, yaitu membangun kemandirian berpikir untuk menentukan dan meraih impian atau cita-citanya. Dan secara harifiahpun kegiatan mengendarai kuda, berenang dan memanah tersebut adalah kegiatan berolah raga yang bertujuan untuk melatih anak agar tumbuh menjadi anak yang berfisik kuat dan berjiwa sportif. *) dikatakan oleh Ali bin Abi Thalib RA. “Didiklah anak-anakmu sesuai dengan zamannya”. Pendidikan pada anak dilalui dalam 3 tahap. 1. Pada 7 tahun pertama, perlakukan anak sebagai raja (0-7 th). Yang dimaksud di sini, bukan berarti kita menuruti semua keinginan anak, melainkan memberikan perhatian penuh kepada anak, karena di usia inilah mereka mengalami masa emas. Saat maksimal pembentukan sel otak 70%, dan kemampuan anak menyerap informasi masih sangat kuat. Jangan serahkan sepenuhnya pada pengasuh, jangan sepenuhnya pada nenek-kakeknya. Rawatlah mereka dengan tangan kita. Perhatian kecil yang sederhana tapi tulus dari lubuk hati. 2. Pada 7 tahun kedua, perlakukan anak sebagai tawanan perang (7-14 th) ‘Serem’ yaaa dengernya ‘tawanan perang’. Maksudnya adalah mulai mendisiplinkan anak. Rasulullah SAW pun bersabda, untuk menyuruh anak-anak untuk shalat di umur 7 tahun, lalu memukulnya jika tidak shalat di umur 10 tahun. Pada fase kedua inilah akan terjadi pubertas. Anak harus dipersiapkan disiplin sebelum menginjak pubertas dimana semua ketentuan rukun Islam (Shalat, Puasa, dll) harus ia lakukan sendiri dan akan menjadi dosa jika ia tinggalkan. 3. Pada Fase Ketiga setelah 7 th kedua (14 tahun ke atas), perlakukan anak sebagai sahabat. Di usia ini, anak bergulat dengan pencarian jati diri. Ia mengalami banyak peristiwa emosional dan sensitif dengan tubuhnya sendiri. Ajak anak untuk sering berbagi cerita, curhat, dan ajak pula teman-temannya untuk akrab dengan kita. Dengan begitu kita bisa mengontrol anak tanpa harus mengekang. Dan jiwa jati diri anak akan terbentuk dengan baik karena adanya kepercayaan dari orang tua.

ciri-ciri orang fitnah

Apa fitnah yang paling besar yang dialami manusia? Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Tidak ada perkara yang lebih besar antara penciptaan Adam sampai hari kiamat melebihi (fitnah) Dajjal.” (HR Muslim) Dajjal adalah seorang laki-laki dari keturunan Adam, keluar pada akhir zaman, di antara kedua matanya tertulis “ك ف ر” (ka–fa–ra) yang bisa dibaca oleh setiap orang yang beriman. Mata kanannya buta, dan biji matanya bagaikan buah anggur yang mengapung. Saat pertama kali keluar dia mengaku sebagai orang shaleh, lalu mengaku sebagai nabi, kemudian mengaku sebagai tuhan. Ia mendatangi suatu kaum dan mengajak mereka pada ajarannya, namun mereka mendustakan dan menolak perkataannya. Lalu dia meninggalkan mereka, lantas harta-harta mereka mengikuti Dajjal, sehingga mereka tidak memiliki apa-apa. Kemudian dia mendatangi kaum lain, lalu ia mengajak mereka kepada ajarannya, lantas mereka menerima dan percaya kepadanya. Dia memerintahkan langit untuk menurunkan hujan, maka turunlah hujan, dan memerintah bumi untuk menumbuhkan, maka tumbuhlah tanaman. Dia mendatangi manusia dengan membawa air dan api. Api yang dibawanya adalah air yang dingin, dan air yang dibawanya adalah api. Sudah sepantasnya setiap orang yang beriman untuk berlindung kepada Allah dari fitnah Dajjal ini pada setiap penghujung shalat, membaca beberapa ayat dari awal Surat al-Kahfi jika bertemu dengannya, dan berusaha menjauhi pertemuan dengannya karena dikhawatirkan terpedaya olehnya. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Siapa saja mendengar tentang Dajjal, maka menjauhlah darinya. Demi Allah, sesungguhnya seseorang mendatanginya dan mengira bahwa dia adalah orang yang beriman, lantas dia mengikutinya disebabkan oleh syubhat yang dibawanya.” (HR Abu Daud) Dajjal berada di muka bumi selama empat puluh hari, di antaranya ada sehari bagaikan setahun, ada sehari bagaikan sebulan, dan ada sehari bagaikan seminggu, dan sisa hari-harinya seperti hari-hari kita ini. Dia tidak akan meninggalkan suatu negeri atau permukaan bumi, kecuali dimasukinya, kecuali Mekkah dan Madinah. Kemudian Nabi Isa ‘alaihi salam turun, lantas membunuhnya

uwais al-Qarani

Uwais al-Qarani Uwais al-Qarani Nama Uwais al-Qarani memainkan peranan penting dalam biografi mistikal nabi. "Sesungguhnya aku merasakan nafas ar-Rahman, nafas dari Yang Maha Pengasih, mengalir kepadaku dari Yaman!” Demikian sabda Nabi SAW tentang diri Uwais, yang kemudian dalam tradisi tasawuf menjadi contoh bagi mereka yang memasuki tasawuf tanpa dituntun oleh sang guru yang hidup. Para sufi yang mengaku dirinya telah menempuh jalan tanpa pemba’iatan formal kemudian disebut dengan istilah Uwaisi. Mereka ini dibimbing langsung oleh Allah di jalan tasawuf, atau telah ditasbihkan oleh wali nabi yang misterius, Khidhir. Uwais yang bernama lengkap Uwais bin Amir al-Qarani berasal dari Qaran, sebuah desa terpencil di dekat Nejed. Tidak diketahui kapan beliau dilahirkan. Ia kilahirkan oleh keluarga yang taat beribadah. Ia tidak pernah mengenyam pendidikan kecuali dari kedua orang tuanya yang sangat ditaatinya. Untuk membantu meringankan beban orang tuanya, ia bekerja sebagai penggembala dan pemelihara ternak upahan. Dalam kehidupan kesehariannya ia lebih banyak menyendiri dan bergaul hanya dengan sesama penggembala di sekitarnya. Oleh karenanya, ia tidak dikenal oleh kebanyakan orang disekitarnya, kecuali para tuan pemilik ternak dan sesamanya, para penggembala. Hidupnya amat sangat sederhana. Pakaian yang dimiliki hanya yang melekat di tubuhnya. Setiap harinya ia lalui dengan berlapar-lapar ria. Ia hanya makan buah kurma dan minum air putih, dan tidak pernah memakan makan yang dimasak atau diolah. Oleh karenanya, ia merasakan betul derita orang-orang kecil disekitarnya. Tidak cukup dengan empatinya yang sedemikian, rasa takutnya kepada Allah mendorongnya untuk selalu berdoa kedapa Allah : “Ya Allah, janganlah Engkau menyiksaku, karena ada yang mati karena kelaparan, dan jangan Engaku menyiksaku karena ada yang kedinginan.” Ketaatan dan kecintaannya kepada Allah, juga termanifestasi dalam kecintaannya dan ketaatannya kepada Rasulullah dan kepada kedua orang tuanya, sangat luar biasa. Di siang hari, ia bekerja keras, dan dimalam hari, ia asik bermunajat kepada Allah swt. Hati dan lisannya tidak pernah lengah dari berdzikir dan bacaan ayat-ayat suci al-Qur’an, meskipun ia sedang bekerja. Ala kulli hal, ia selalu berada bersama Tuhan, dalam pengabdian kepada-Nya. Rasulullah saw menuturkan keistimewaan Uwais di hadapan Allah kepada Umar dan Ali bahwa dihari kiamat nanti, disaat semua orang dibangkitkan kembali, Uwais akan memberikan syafaat kepada sejumlah besar umatnya, sebanyak jumlah domba yang dimiliki Rabbiah dan Mudhar (keduanya dikenal karena mempunyai domba yang banyak). Karena itu, Rasulullah menyarankan kepada mereka berdua agar menemuinya, menyampaikan salam dari Rasulullah, dan meminta keduanya untuk mendoakan keduanya, yang digambarkan bahhwa Uwais memiliki tinggi badan yang sedang dan berambut lebat, dan memiliki tanda putih sebesar dirham pada bahu kiri dan telapak tangannya. Sejak Rasulullah menyarankan keduanya untuk menemuinya, sejak itu pula keduanya selalu penasaran ingin segera bertemu dengan Uwais. Setiap kali Umar maupun Ali bertemu dengan rombongan orang-orng Yaman, ia selalu berusaha mencaru tahu dimana keberadaan Uwais dari rombongan yang ditemuinya. Namun, keduanya selalu gagal mendapatkan informasi tentang Uwais. Barulah setalah Umar diangkat menjadi khalifah, informasi tentang Uwais keduanya perolih dari serombongan orang Yaman, “Ia tampak gila, tinggal sendiri dan tidak brgaul dengan masyarakat. Ia tidak makan apa yang dimakan oleh kebanyakan orang, dan tidak tampak susan atau senang. Ketika orang-orang tersenyum ia menangis, dan ketika orang-orang menangis ia tersenyum”. Demikian kata rombongan orang-orang Yaman tersebut. Mendengar cerita orang-orang Yaman tersebut, Umar dan Ali segera berangkat menuju tempat yang ditunjukkan oleh orang-orang Yaman tadi. Akhirnya, keduanya bertemu dengan Uwais di suatu tempat terpencul. Abi Naim al-Afshani menuturkan dialog yang kemudian terjadi antara Umar dan Ali dengan Uwai al-Qarani sebagai berikut: Umar : Apa yang anda kerjakan disini ? Uwais : Saya bekerja sebagai penggembala Umar : Siapa nama Anda? Uwais : Aku adalah hamba Allah Umar : Kita semua adalah hamba Allah, akan tetapi izinkan kami untuk mengetahui anda lebih dekat lagi Uwais : Silahkan saja. Umar dan Ali : Setelah kami perhatikan, andalah orang yang pernah diceritakan oleh Rasulullah SAW kepada kami. Doakan kami dan berilah kami nasehat agar kami beroleh kebahagiaan dunia dan di akherat kelak. Uwais : Saya tidak pernah mendoakan seseorang secara khusus. Setiap hari saya selalu berdoa untuk seluruh umat Islam. Lantas siapa sebenarnya anda berdua. Ali : Beliau adalah Umar bin Khattab, Amirul Mu’minin, dan saya adalah Ali bin Abi Thalib. Kami berdua disuruh oleh Rasulullah SAW untuk menemui anda dan menyampaikan salam beliau untuk anda. Umar : Berilah kami nasehat wahai hamba Allah Uwais : Carilah rahmat Allah dengan jalan ta’at dan penuh harap dan bertawaqal kepada Allah. Umar :Terimakasih atas nasehat anda yang sangat berharga ini. Sebagai tanda terima kasih kami, kami berharap anda mau menerima seperangkat pakaian dan uang untuk anda pakai. Uwais : Terimakasih wahai Amirul mu’minin. Saya sama sekali tidak bermaksud menolak pemberian tuan, tetapi saya tidak membutuhkan apa yang anda berikan itu. Upah yang saya terima adalah 4 dirham itu sudah lebih dari cukup. Lebihnya saya berikan kepada ibuku. Setiap hari saya cukup makan buah kurma dan minum air putih, dan tidak pernah makan makan yang di masak. Kurasa hidupku tidak akan sampai petang hari dan kalau petang, kurasa tidak akan sampai pada pagi hari. Hatiku selalu mengingat Allah dan sangat kecewa bila sampai tidak mengingat-Nya. Ketika orang-orang Qaran mulai mengetahui keduduka spiritualnya yang demikian tinggi di mata Rasulullah saw, mereka kemudian berusaha untuk menemui dan memuliakannya. Akan tetapi, Uwais yang sehari-harinya hidup penuh dengan kesunyian ini, diam-diam meninggalkan mereka dan pergi menuju Kufah, melanjutkan hidupnya yang sendiri. Ia memilih untuk hidup dalam kesunyian, hati terbatas untuk yang selain Dia. Tentu saja, “kesunyian” disini tidak identik dengan kesendirian (pengasingan diri). Hakekat kesendirian ini terletak pada kecintaanya kepada Tuhan. Siapa yang mencintai Tuhan, tidak akan terganggu oleh apapun, meskipun ia hidup ditengah-tengah keramaian. Alaisa Allah-u bi Kafin abdahu? Setelah seorang sufi bernama Harim bin Hayyam berusaha untuk mencari Uwais setelah tadak menemukannya di Qaran. Kemudian ia menuju Basrah. Di tengah perjalanan menuju Basrah, inilah, ia menemukan Uwais yang mengenakan jubah berbulu domba sedang berwudhu di tepi sungai Eufrat. Begitu Uwais beranjak naik menuju tepian sungai sambil merapikan jenggotnya. Harim mendekat dan memberi salam kepadanya. Uwais : menjawab: “ Wa alaikum salam”, wahai Harim bin Hayyan. Harim terkejut ketika Uwais menyebut namanya. “Bagaimana engakau mengetahui nama saya Harim bin Hayyan?’ tanya Harim. “Roku telah mengenal rohmmu”, demikian jawan Uwais. Uwais : kemudian menasehati Harim untuk selalu menjaga hatinya. Dalam arti mengarahkannya untuk selalu dalam ketaatan kepada-Nya melalui mujahadah, atau mengarahkan diri “dirinya “ untuk mendengar dan mentaati kata hatinya. Meski Uwais menjalani hidupnya dalam kesendirian dan kesunyian, tetapi pada saat-saat tertentu ia ikut berpartisipasi dalam kegiatan jihad untuk membela dan mempertahankan agama Allah. Ketika terjadi perang Shiffin antara golongan Ali melawan Muawiyah, Uwais berdiri di golongan Ali. Saat orang islam membebaskan Romawi, Uwais ikut dalam barisan tentara Islam. Saat kembali dari pembebasan tersebut, Uwais terserang penyakit dan meninggal saat itu juga. (t.39 H). Demikianlah sekelumit tentang Uais al-Qarani, kemudian hri namanya banyak di puji oleh masyarakat. Yunus Emre misalnya memujinya dalam satu sajak syairnya : Kawan tercinta kekasih Allah; Di tanah Yaman, Uwais al-Qarani. Dia tidak berbohong ; dan tidak makan makan haram Di tanah Yaman, Uwais al-Qarani Di pagi hari ia bangun dan mulai bekerja, Dia membaca dalam dzikir seribu satu malam Allah; Dengan kata Allahu Akbar dia menghela unta-unta Di tanah Yaman, Uwais alQarani Negeri Yaman “negeri di sebelah kanan “, negeri asal angin sepoi-sepoi selatan yang dinamakan nafas ar-rahman, Nafas dari Yang Maha Pengasih, yang mencapai Nabi dengan membawa bau harum dari ketaatan Uwais al-Qarani, sebagaimana angin sepoi-sepoi sebelumnya yang mendatangkan keharuman yang menyembuhkan dari kemeja Yusuf kepada ayahnya yang buta. Ya’kub (QS, 12: 95), telah menjadi simbul dari Timur yang penuh dengan cahaya, tempat dimana cahaya muncul, yang dalam karya Suhrawadi menggambarkan rumah keruhanian yang sejati. “Negeri di sebelah kanan “ itu adalah tanah air Uwais al-Qarani yanag memeluk Islam tanpa pernah betemu dengan nabi. Hikmah Yamaniyyah, “Kebijaksanaan Yaman,” dan Hikmah Yamaniyyah,”filosofi Yanani”, bertentangan, sebagaimana makrifat intuitif dan pendekatan intelektual, sebagaimana Timur dan Barat. Doa dan Dzikir Satu hal yang perlu digarisbawahi dari diri Uwais al-Qarani, kemudian menjadi landasan dalam tareqat-tareqat sufi, selain baktinya yang luar biasa terhadap kedua orang tuanya dan sikap zuhudnya, adalah doa dan dzikirnya. Uwais tidak pernah berdoa khusus untuk seseorang, tetapi selalu berdoa untuk seluruh umat kaum muslim. Uwais juga tidak pernah lengah dalam berdzikir meskipun sedang sibuk bekerja, mengawasi dan menggiring ternak-ternaknya. Doa dan dzikir bagaikan dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan. Hakekatnya adalah satu. Sebab, jelas doa adalah salah satu bentuk dari dzikir, dan dzikir kepada–Ku hingga ia tidak sempat bermohon (sesuatu) kepada-Ku, maka Aku akan mengaruniakan kepadanya sesuatu yang terbaik dari yang diminta orang yang berdoa kepada-Ku”. Uwais selalu bedoa untuk seluruh muslimin. Doa untuk kaum muslim adalah salah satu bentuk perwujudan dari kepedulian terhadap “urusan kaum muslim”. Rasulullah saw. Pernah memperingatkan dengan keras: Siapa yang tidap peduli dengan urusan kaum muslim, maka ia tidak termasuk umatku.” Dalam hal ini, Rasulullah saw menyatakan bahwa permohonan yang paling cepat dikabulkan adalah doa seseorang untuk saudaranya tanpa sepengetahuan orang yang didoakan dan mendahulukan doa untuk selain dirinya. Dan Uwais lebih memilih untuk medoakan seluruh saudaranya seiman. Suatu ketika Hasan bin Ali terbangun tengah malam dan melihat ibunya, Fatimah az-Zahra, sedang khusu’ berdoa. Hasan yang pensasaran ingin tahu apa yang diminta ibunya dalam doanya berusaha untuk menguping. Namun Hasan agak sedikit kecewa, karena dari awal hingga akhir doanya, ibunya, hanya meminta pengampunan dan kebahagian hidup untuk seluruh kaum muslimin di dunia dan di akhirat kelak. Selesai berdoa, segera Hasan bertanya kepada ibunya perihal doanya yang sama sekali tidak menyisakan doanya untuk dirinya sendiri. Ibunya tersenyum, lalu menjawab bahwa apapun yang kita panjatkan untuk kebahagiaan hidup kaum muslim, hakekatnya, permohonan itu akan kembali kepada kita. Sebab para malaikat yang menyaksikan doa tersebut akan berkata “Semoga Allah mengabulkanmu dua kali lipat.” Dari prinsip tersebut, para sufi kemudian menarik suatu prinsip yang lebih umum yang padanya bertumpu seluruh rahasia kebahagiaan. Apa yang kita cari dalam kehidupan ini, harus kita berikan kepad orang lain. Jika kebajikan yang kita cari, berikanlah; jika kebaikan, berikanlah; jika pelayanan, berikanlah. Bagi para sufi, dunia adalah kubah, dan perilaku seseorang adalah gema dari pelaku yang lain. Secuil apapun kebaikan yang kita lakukan, ia akan kembali. Jika bukan dari seseorang, ia akan datang dari orang lain. Itulah gemanya. Kita tidak mengetahui dari mana sisi kebaikan itu akan datang, tetapi ia akan datang beratus kali lipat dibanding yang kita berikan. Demikianlah, berdoa untuk kaum mulim akan bergema di dalam diri yang tentu saja akan berdampak besar dan positif dalam membangun dan meningkatkan kualitas kehidupan spiritual seseorang. Paling tidak, doa ini akan memupus ego di dalam diri yang merupakan musuh terbesar, juga sekalihgus akan melahirkan dan menanamkan komitmen dalam diri “rasa Cinta”dan “prasangka baik”terhadap mereka, yang merupakan pilar lain dari ajaran sufi, sebagai manifestasi cinta dan pengabdian kepada Allah swt. Uwais tidak pernah lengah untuk berdzikir, mengingat dan mnyebut-nyebut nama Allah meskipun ia sedang sibuk mengurus binatang ternaknya. Dzikir dalam pengertiannya, yang umum mencakup ucapan segala macam ketaatan kepada Allah swt. Namun yang dilakukan Uwais disini adlah berdzikir dengan menyebut nama-nama Allah dan meningat Allah, juga termasuk sifat-sifat Allah. Ibn Qayyim al-Jauziyyah ketika memaparkan berbagai macam faedah dzikir dalm kitabnya “al-wabil ash-shayyab min al-kalim at-thayyib” menyebutkan bahwa yang paling utama pada setiap orang yang bramal adalah yang paling banyak berdzikir kepad Allah swt. Ahli shaum yang paling utama adalah yang paling banyak dzikirnya; pemberi sedekah yang paling baik adalah yang paling banyak dzikirnya; ahli haji yang paling utama adalah yang paling banyak berdzikir kepada Allah swt; dan seterusnya, yang mencakup segala aktifitas dan keadaan. Syaikh Alawi dalam “al-Qawl al-Mu’tamad,” menyebutkan bahwa mulianya suatu nama adalah kerena kemuliaan pemilik nama itu, sebeb nama itu mengandung kesan sipemiliknya dalam lipat tersembunyi esensi rahasianya dan maknanya. Berdzikir dan mengulang-ulang Asma Allah, Sang Pemilik kemuliaan, dengan demikian, tak diragukan lagi akan memberikan sugesti, efek, dan pengaruh yang sangat besar. Al-Ghazali menyatakan bahwa yang diperoleh seorang hamba dari nama Allah adalah ta’alluh (penuhanan), yang berarti bahwa hati dan niatnya tenggelan dalam Tuhan, sehingga yang dilihat-Nya hanyalah Dia. Dan hal ini, dalam pandangan Ibn Arabi, berarti sang hamba tersebut menyerap nama Allah, yang kemudian merubahnya dengan ontologis. Demikianlah, setiap kali kita menyerap asma Allah lewat dzikir kepada-Nya, esensi kemanusiaan kita berubah. Kita mengalami tranformasi. Yanag apada akhirnya akan membuahkan akhlak al-karimah yang merupakan tujuan pengutusan rasulullah Muhammad saw. Dilihat dari sudut panang psikologis sufistik, pertama-tama dzikir akan memberi kesan pada ruh seseorang, membentuknya membangun berbagai kualitas kebaikan, dan kekuatan inspirasi yang disugestikan oleh nama-nama itu. Dan mekanisme batiniah seseorang menjadi semakin hidup dari pengulangan dzikir itu, yang kemudian mekanisme ini berkembang pada pengulangan nama-nama secara otomatis. Jadi jika seseorang telah mengilang dzikirnya selama satu jam, misalnya, maka sepanjang siang dan malam dzikir tersebut akan terus berlanjut terulang, karena jiwanya mengulangi terus menerus. Pengulangan dzikir ini, juga akan terefleksi pada ruh semesta, dan mekanisme universal kemudian mengulanginya secara otomatis. Dengan kata lain, apa yang didzikirkan manusia dengan menyebutnya berulang-ulang. Tuhan kemudian mulai mengulanginya, hingga termaterialisasi dan menjadi suatu realita di semua tingkat eksistensi. Wallahu a’lam bis-shawab